Translate

Telusuri via Blog Ini

Rabu, 27 April 2011

Standar Kompetensi Dokter Indonesia


PENDAHULUAN

1. Rasional
Sejak tahun 1982, pendidikan dokter di Indonesia mengacu pada 'Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Indonesia' atau KIPDI I yang menitikberatkan pada penguasaan disiplin ilmu. Sesuai dengan percepatan perkembangan ilmu kedokteran dan kesehatan, telah disepakai bahwa KIPDI akan diperbarui setiap 10 tahun.  Pada tahun 1994, KIPDI II diterbitkan dan masih menitikberatkan pada penguasaan disiplin ilmu sehingga gambaran dokter yang akan dihasilkan belum terinci secara eksplisit.
Standar Kompetesensi Dokter disusun untuk memperbarui  KIPDI II tahun 1994 yang sudah saatnya diganti. Format Standar Kompetensi Dokter berbeda dengan KIPDI sebelumnya, karena menyesuaikan dengan perkembangan peraturan terkini yang tercantum pada SK Mendiknas No.045/U/2002, Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, Undang-Undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,  dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

2. Landasan Hukum
Standar Kompetensi Dokter ini disusun dalam rangka memenuhi amanah Undang-Undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran 

pasal 8 yang mengatakan bahwa Konsil Kedokteran Indonesia memiliki wewenang untuk mengesahkan standar kompetensi dokter dan dokter gigi. 
Pasal 26 undang-undang tersebut menyatakan lebih lanjut bahwa Standar Pendidikan Profesi Kedokteran disusun oleh Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia dan berkoordinasi dengan organisasi profesi, kolegium, ikatan rumah sakit pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Kesehatan.

Oleh karena itu proses penyusunan Standar Kompetensi Dokter ini melibatkan berbagai pihak pengandil secara intensif melalui serangkaian pertemuan yang difasilitasi oleh Divisi Standar Pendidikan Profesi, Konsil Kedokteran Indonesia.
Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
pasal 35 tentang Standar Nasional Pendidikan mengatakan bahwa standar pendidikan nasional digunakan acuan dalam mengembangkan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.  Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
Pasal 38 ayat (3mengatakan bahwa  Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.

Standar Kompetensi Dokter ini merupakan standar nasional keluaran program studi dokter dan telah divalidasi oleh Perkumpulan Dokter Keluarga Indonesia, Kolegium Dokter Indonesia, Kolegium-Kolegium Spesialis terkait serta seluruh Bagian atau Departemen terkait dari seluruh institusi pendidikan kedokteran di Indonesia yang berjumlah 52 (lima puluh dua). Draft standar kompetensi telah didistribusikan ke seribu alamat di seluruh Indonesia untuk mendapat masukan. SubPokja Pendidikan Dokter yang dibentuk oleh Konsil Kedokteran Indonesia dengan SK Nomor 09/KKI/III/2006, mengkompilasi seluruh masukan, melakukan 'judgement', dan memperbaiki draft. Draft terakhir dirapatkan secara pleno oleh Konsil Kedokteran Indonesia.

Standar Kompetensi Dokter ini merupakan satu kesatuan dengan Standar Pendidikan Profesi Dokter.  Standar Kompetensi Dokter adalah standar output  atau keluaran dari program studi dokter.

3. Pengertian Standar Kompetensi Dokter 
Menurut SK Mendiknas No. 045/U/2002 kompetensi adalah  'seperangkat tindakan cerdas dan penuh  tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu'. 

Elemen-elemen kompetensi terdiri dari :
a.    Landasan kepribadian
b.    Penguasaan ilmu dan keterampilan
c.    Kemampuan berkarya
d.      Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian
e.    berdasarkan  ilmu dan keterampilan yang dikuasai
f.       Pemahaman kaidah berkehidupan masyarakat sesuai dengan keahlian dalam berkarya.

Epstein and Hundert (2002)  memberikan definisi sebagai berikut :
“Professional competence is the habitual and judicious use of communication, knowledge, technical skills, clinical reasoning, emotions, values, and reflection in daily practice to improve the health of the individual patient and community”.

Carraccio, et.al. (2002)  menyimpulkan bahwa :
“Competency is a complex set of behaviorsbehaviours built on the components of knowledge, skills, attitude and competence as personal ability”.

Dari beberapa pengertian di atas, tampak bahwa pengertian kompetensi dokter  lebih luas dari  tujuan instruksional yang dibagi menjadi tiga ranah pendidikan, yaitu pengetahuan, psikomotor dan afektif.

Tabel 1 memperlihatkan beda pokok antara tujuan instruksional dengan pernyataan 
kompetensi.


         Table 1.  Differences between instructional objectives and Competency Statement (Wilkerson, 2002) 

Instructional Objectives
Competencies
States an aspect of knowledge, skill
or attitude to be acquired
Generally discipline specific
Context-free
Professional values unaddressed
Defines knowledge, skill or attitude separately
Integrates related knowledge, skill and attitude objectives
Draws from multiple disciplines relevant to practice
Related to an actual task in the fieldcontextualised

Driven by professional practices and values
Defines a level of ability for an observable outcome



Dengan dikuasainya standar kompetensi oleh seorang profesi dokter, maka yang bersangkutan akan mampu :

o   mengerjakan tugas atau pekerjaan profesinya
o   mengorganisasikan tugasnya agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan
o   Segera tanggap dan tahu apa yang harus dilakukan bilamana terjadi sesuatu yang berbeda dengan rencana semula
o   Menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah di bidang profesinya
o   Melaksanakan tugas dengan kondisi berbeda

Dengan telah ditetapkannya keluaran dari program dokter di Indonesia berupa standar kompetensi, maka kurikulum program studi pendidikan dokter perlu disesuaikan. Model kurikulum yang sesuai adalah kurikulum berbasis kompetensi. Artinya, pengembangan kurikulum berangkat dari kompetensi yang harus dicapai mahasiswa.

4.  Manfaat Standar Kompetensi Dokter

Adanya Standar Kompetensi Dokter merupakan tonggak yang bersejarah bagi perkembangan pendidikan dokter di Indonesia.  Berikut ini beberapa manfaat dari Standar Kompetensi Dokter bagi pihak pengandil terkait.
a. Bagi institusi pendidikan kedokteran
Sesuai dengan Undang-Undang RI  No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang mengatakan bahwa kurikulum program studi menjadi wewenang institusi pendidikan kedokteran, maka Standar Kompetensi Dokter merupakan kerangka acuan utama bagi institusi pendidikan kedokteran dalam mengembangkan kurikulumnya masing-masing. Sehingga, walaupun kurikulum berbeda, tetapi dokter yang dihasilkan dari berbagai institusi diharapkan memiliki kesetaraan dalam hal penguasaan kompetensi.
b. Bagi Pengguna
Standar Kompetensi Dokter dapat dijadikan kerangka acuan utama bagi Departemen Kesehatan maupun Dinas Kesehatan Propinsi ataupun Kabupaten dalam pengembangan sumber daya manusia kesehatan, dalam hal ini dokter, agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik.
Dengan Standar Kompetensi, Depkes dan Dinas Kesehatan sebagai pihak yang akan memberikan lisensi dapat mengetahui kompetensi apa yang telah dikuasai oleh dokter dan kompetensi apa yang perlu ditambah, sesuai dengan kebutuhan spesifik di tempat kerja. Dengan demikian pihak Depkes dan Dinas Kesehatan  dapat menyelenggarakan pembekalan atau pelatihan jangka pendek sebelum memberikan ijin  Praktik.
c. Bagi orang tua murid dan penyandang dana
Dengan standar kompetensi dokter, orang tua murid dan penyandang dana  dapat mengetahui secara jelas kompetensi yang akan dikuasai oleh mahasiswa. Hal ini sebagai bentuk akuntabilitas publik
d. Bagi mahasiswa
Standar Kompetensi Dokter dapat digunakan oleh mahasiswa untuk mengarahkan proses belajarnya, karena mahasiswa mengetahui sejak awal kompetensi yang harus dikuasai di akhir pendidikan.  Dengan demikian proses pendidikan diharapkan dapat berjalan lebih efektif dan efisien.
e. Bagi Departemen Pendidikan Nasional dan Badan Akreditasi Nasional
Standar Kompetensi Dokter dapat  dikembangkan lebih lanjut menjadi kriteria pada akreditasi program studi pendidikan dokter.
f. Bagi Kolegium Dokter Indonesia
Standar Kompetensi Dokter dapat dijadikan acuan dalam menyelenggarakan program pengembangan profesi secara berkelanjutan.
g. Bagi Kolegium-Kolegium Spesialis
Standar Kompetensi Dokter dapat dijadikan acuan dalam merumuskan kompetensi dokter spesialis yang merupakan kelanjutan dari pendidikan dokter.
h. Program Adaptasi  bagi Lulusan Luar Negeri
Standar  Kompetensi Dokter dapat  digunakan sebagai acuan untuk menilai kompetensi dokter lulusan luar negeri.


Tidak ada komentar: