Translate

Telusuri via Blog Ini

Rabu, 21 Januari 2015

Kebebasan berpendapat "yang tidak bebas" versi peradaban vs biadab

Kebebasan  berpendapat "yang tidak bebas"  versi peradaban vs biadab

Dalih kebebasan berekspresi digunakan Barat - itulah statemen kebenaran yang selalu didengungkan pada " media peradaban mereka". Sementara  mereka mengungkapkan "syahwatnya" untuk memperolok-olok , menghina dan menistakan -orang lain atau  tokoh atau bangsa atau agama yang menjadi objek mereka, menjadi "korban" mereka, yang terakhir "serangan berulang" terhadap nabi-rosul  umat Islam -Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. yang menimbulkan  serangan "balasan(?)"  terhadap mereka secara fisik ; majalah satir Prancis Charlie Hebdo.
Masyarakat menanggapi peristiwa yang menimpa majalah satir Prancis Charlie Hebdo. Ada yang menggunakan kepala dingin dan ada yang sebaliknya. Majalah satir Prancis Charlie Hebdo yang menerbitkan karikatur penistaan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam diserang oleh dua orang yang tidak terima nabinya dilecehkan. Akibatnya, sebanyak 12 orang tewas dalam serangan itu.
Namun aksi provokatif berupa penistaan Islam dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dilakukan berulang-ulang itu justru dibela oleh Pemerintah Prancis dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung Prancis. Aksi-aksi itu jelas bisa memicu kemarahan pada diri seorang Muslim.
Hanya mengutuk pelaku serangan itu dan sebaliknya tidak mengutuk Charlie Hebdo jelas tidak adil. Sayang, itulah yang tampak lebih menonjol saat ini. Begitu pintarnya media Barat mengarahkan opini publik seakan-akan satu-satunya yang patut dikecam dan dilawan adalah orang-orang muslim yang melakukan pembelaan terhadap nabi mereka.

Standar Ganda Barat

Ini bukan berarti meremehkan serangan yang terjadi Rabu (7/1) lalu itu. Serangan itu jelas tidak bisa menyelesaikan masalah.
Serangan itu juga jelas berdampak negatif bagi orang-orang Eropa non-Muslim, bisa menjauhkan mereka dari usaha mengenal Islam. Serangan itu juga mendatangkan dampak negatif dan kesulitan tersendiri bagi generasi Muslim di Eropa.
Islamophobia pasca serangan itu terlihat meningkat di Eropa. Di Prancis dan beberapa negara Eropa lainnya, serangan dan pelecehan terhadap masjid dan fasilitas Islam lainnya dikabarkan meningkat. Beberapa masjid yang berada di Prancis menjadi sasaran penyerangan sejumlah kelompok. Mereka menghadapi gelombang kekerasan, termasuk pembakaran, penembakan dan penodaan kesucian masjidi.
Majalah Charlie Hebdo sendiri telah beberapa kali memuat gambar kartun yang melecehkan terkait Nabi Muhammad, baru-baru ini mengulangi hal yang sama. Tentunya, hal ini menimbulkan berbagai reaksi dari para umat Muslim di seluruh dunia.

Barat menganggap serangan ke kantor Charlie Hebdo itu sebagai serangan terhadap nilai-nilai dan sistem yang diyakini Barat.
Presiden Prancis Francois Hollande menegaskan dalam orasinya di depan kantor majalah tersebut bahwa serangan itu “menyentuh prinsip-prinsip dari Republik Perancis, yaitu kebebasan dan kebebasan berekspresi.” Perdana Menteri Inggris David Cameron mengatakan, “Kami tidak akan mentoleransi para teroris itu menghancurkan atau menyerang nilai-nilai demokrasi kami dan kebebasan berbicara.”
Bahkan Perdana Menteri Prancis Manuel Valls mengatakan, “Demonstrasi ini harus menunjukkan kekuatan dan kehormatan orang Prancis yang akan menyerukan kecintaan mereka terhadap kebebasan dan toleransi.”
Klaim kebebasan berekspresi Barat nampaknya hanya klaim kosong. Di mana klaim kebebasan itu ketika mereka mempersulit bahkan melarang Muslimah mengenakan jilbab di ruang publik, hak mereka mendapat pendidikan dirampas, kecuali mereka menanggalkan jilbab. Bahkan memakai cadar dianggap bersalah secara hukum dan dijatuhi sanksi dengan membayar denda.
Dalih kebebasan berekspresi mereka gunakan sesuai dengan kepentingan mereka. Sementara menghina dan menistakan Islam dan Nabi Muhammad dibela dengan alasan kebebasan berekspresi. Sebaliknya, menyoal kejahatan dan pembantaian oleh Yahudi atas ribuan warga Palestina kerap dituding anti semit.
Dalam kasus Charlie Hebdo, ketika mayoritas negeri Islam memprotes dan menuntut Charlie Hebdo menanggalkan karikatur penistaan Nabi, mereka tidak menggubrisnya. Berbeda pada 2008 lalu ketika salah seorang kartunis Charlie Hebdo, membuat karikatur anak laki-laki Nicholas Sarkozy yang menikahi ahli waris Yahudi karena uang. Karikatur itu tampaknya merendahkan Sarkozy. Maurice Sinet pun dipecat dari majalah Charlie Hebdo.
Jelas, kebebasan berekspresi hanya dimanfaatkan sesuai dengan kepentingan Barat. Kaum Muslim dipaksa bungkam untuk menerima penistaan terhadap Islam/ Nabi Muhammad. Jika tidak, mereka akan disebut fundamentalis, radikal, teroris.

Dalam Hukum Pidana :  menghina, menistakan, mencemarkan, menghasut, mengfitna, berbohong.....dapat dihukum -dipenjara...yang berlaku secara universal....  Bagaimana  nilai nilai   demokrasi ( Barat ?) dengan kebebasan  berekspresi- toleransi  bisa "menabrak/membentur/menyerang"  hukum-hukum peradaban Barat sendiri ?...Maka jangan salahkan ; ketika  hukum negara  itu tidak berlaku adil...maka hukum rimba/hukum masyarakat  berlaku sendiri...dan itu menjadi kebenaran yang berlaku universal, seperti yang terjadi tidak saja terhadap Charlie Hebdo, tapi di masyarakat barat sendiri; masyarakat bertindak sendiri "melawan hukum yang berlaku" yang dianggap tidak adil;  itulah  Hukum Biadab/Rimba   versus Hukum Peradaban
Jadi dengan kata lain,  Tidak ada kebebasan   berekspresi , pendapat , toleransi  tanpa rambu-rambu atau aturan norma atau hukum , tetapi  sebaliknya berekspresi, berpendapat, bertoleransi dengan menghargai , menghormati, memperhatikan orang lain/ bangsa/ agama. Itulah peradaban manusia yang beradab-  yang saling  toleransi, menghormati, menghargai  perbedaan ras,  agama, kultur/budaya,  bukan sebaliknya   yang  "biadab".