HOAX , HOAKS , INFORMASI PALSU, BERITA KW
....dalam bingkai MEDIA SOSIAL
Kemajuan tehnologi editing atau rekayasa dengan aplikasinya seperti camera 360, picArt photo studio, prisma, photosoft, photo scan, adobe premiere clip, magisto, powerDirector, coreldraw, dll. ; mampu memanipulasi berita, gambar, foto, map, yang asli jadi palsu atau yang palsu menjadi seperti asli ; atau komparasi objek dengan objek lain yang hampir sama seperti unplag, writecheck, copyscape, plagscan, duplichecker, dll. ; mampu mendeteksi “ karya tulis asli atau plagiat”.
Media sosial (medsos) via Android, iOS, atau lainnya dengan aplikasinya, menjadi alat atau tempat menyebarkan/share/upload/download dari “karya asli atau palsu”, ” berita , foto asli atau palsu” - yang “palsu” sekarang menjadi viral dengan istilah “hoax”; berita atau isi ujaran atau dan gambar palsu- telah menjadi “ senjata fitnah “ senjata cemoohan, senjata hinaan, dsbnya kepada orang atau kelompok, bahkan bangsa dan negara. Berita Hoax yang bersifat “SARA” sangat berbahaya; akibatnya terjadi perpecahan di negara timur tengah – seperti irak, suriah, palestina, mesir, afghanistan, burma, banglades. Dahulu hoax dikenal sebagai ” propaganda, agitasi, intimidasi secara langsung terhadap bangsa atau negara yang dianggap musuh atau berbeda ideologi agar terjadi perpecahan di dalam masyarakatnya atau pemerintahannya menurut keinginan bangsa atau negara lain, tetapi sekarang untuk merebut “ pengaruh “ secara politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan secara langsung per-orangan, keluarga, kelompok, partai atau rezim.
Dalam politik istilah “ black campaign” lebih sering atau intensitas hoax lebih tinggi dari pada bidang ekonomi, sosial, lainnya. Sepertinya menjadi suatu metode untuk melumpuhkan lawan dalam ber “demokrasi” atau sesuatu yang “sah saja” dalam memenangkan “kekuasaan” dalam demokrasi.
Kemampuan membuat “Hoax” juga seperti “ mata pencaharian bagi pembuatnya” agar menjadi viral; artinya orang terus menshare secara masif, sehingga ribuan – bahkan jutaan, sebagai berita yang benar, sampai orang sadar itu hoax; walaupun itu sudah disadari sebagian orang hoax, sebagiannya lagi masih menganggap benar atau belum menyadari hoax, sehingga terus bergulir, bahkan di “buzzer” makin bertambah orang mensharenya pada kesempatan lain atau waktu yang lain sesuai kepentingan atau tujuan dibuatnya hoax.
Apakah disadari atau tidak secara agama atau norma –etika sosial bahwa pembuat hoax atau menyebarkannya merusak tatanan sosial bermasyarakat, bahkan berbangsa dan negara. Hilangnya kepercayaan antara individu, kelompok, masyarakat, rakyat dan pemerintah dapat merusak kesatuan dan persatuan bangsa dan negara. Berita yang benar dianggap hoax dan sebaliknya yang hoax dianggap benar. Pada dasarnya atau hakekat nya hoax timbul berasal dari orang yang tidak jujur, khianat, iri dengki, benci, keji, hasut; atau dengan kata lain, suka berbohong, memfitnah, menghasut, menghalalkan segala cara untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok/golongannya. Betapa malangnya ketika jatuh korban atau banyak korban akibat hoax baik yang menyebarkannya, dan yang menjadi sasarannya ketika disadari atau diketahui bahwa “itu hanyalah hoax atau bukan hal yang benar”; sudah terjadi perpecahan, konflik, perang, dsbnya.
Kalau itu pelakunya negara atau bangsa lain-adikuasa terhadap bangsa lain, atau pemerintah terhadap rakyatnya, seperti dianggap berlalu saja dengan hanya minta maaf atau kesalahan inteljen atau hanya dianggap perang ideologi, proxy war, information war.
Kalau itu pelakunya individu, atau kelompok terhadap masyarakat atau kelompok lain, seperti dianggap kelompok lain melakukan hal yang sama; hoax lawan hoax. Hoax hoax yang sudah dibuat seperti amunisi dan menjadi cadangan amunisi yang siap ditembakan kembali apabila pelakunya tidak ditangkap dan diberi sangsi hukum yang sesuai. Hoax seperti diperjual belikan kepada orang atau kelompok atau partai yang berkepentingan untuk tujuan tujuan tertentu. Amunisi amunisi hoax di tembakkan dan secara terus menurus, teratur, bergelombang, sedikit sedikit atau masif melalui senjata medsos; seperti Whatsapp(WA), Facebook(FB), Twitter, Line, Blogger, Instagram, Sms, Mms, Yahoo messenger, Google messenger, Skype, dll. Keadaan ini seperti keadaan antara bangsa atau negara - seperti “war” perang ideologi, proxy war, information war.
Apakah keadaan demikian lazim dalam sistem demokrasi ,atau pertarungan yang juga ada dalam monokrasi, teokrasi, otokrasi ? Apakah sebaliknya hal ini tidak terjadi pada sistem diluar demokrasi ?
Ketika Hoax menjadi sumber berita atau bahan rujukan dalam “pernyataan”, “tulisan” atau “spanduk”, “baliho” untuk di publikasikan tanpa menyaring(filter) kebenarannya, dapat merusak reputasi, kredibilitas, intergritas orang yang menyampaikannya atau membuatnya. Bahkan ketika disampaikan oleh orang yang dianggap “prof”, Doktor, atau Tokoh masyarakat, Ulama, Kyai, Habib, atau orang yang dianggap masyarakat sebagai ‘patut diteladani’ atau pejabat negara, menteri, polisi, tentara, anggota DPR, DPD, bahkan Presiden. Dampak buruknya - terjadi “chaos” dalam masyarakat atau pemerintahan, berbangsa dan negara, bahkan disintergrasi bangsa.
Sebagai senjata, Hoax dapat bersifat seperti pisau, pedang,peluru, bom, yang “mematikan” sasarannya, tidak sekedar kalah dan luka. Oleh karena itu hakekatnya Hoax sama dengan “fitnah”. Seperti idiom “Fitnah lebih kejam dari pembunuhan”.
Menyaring berita, foto, meme dari medsos yang kemungkinan hoax dan menyetop atau tidak menyebarkan kemungkinan hoax adalah sikap dan tindakan yang bijak - sebagai anggota masyarakat yang baik. Kedewasaan dalam bermedsos penting dipelajari, dengan selalu berhati hati menshare yang dianggap bermanfaat dan benar. Tidak mudah percaya dengan segala bentuk promosi, provokasi- agitasi, pernyataan/deklarasi, himbauan,nasehat, dsbnya.
Dalam pandangan agama , berbuat merugikan orang lain dengan berbohong, memfitnah , mencemooh, menghina, mencaci maki, memberi riba, mencuri, berkhianat, membunuh dilarang dan dianggap perbuatan dosa, apalagi akibat hoax seorang melakukan perbuatan yang dilarang tersebut, walaupun dan bahkan atas nama agama – membela agama. Bersikap dan bertindak atas nama agama karena pengaruh hoax adalah perbuatan zhalim atau perbuatan bodoh(jahiliyah).
Semaraknya penggunaan smartphone dengan aplikasi yang canggih; memberi kesempatan untuk mengakses berita , informasi, foto, video, lebih cepat , mudah dari dan ke seluruh dunia. Penggunalah yang harus mengendalikan diri dari segala arus yang diterimanya apakah baik dan buruk, apakah benar dan salah, bermanfaat atau tidak. Ketika digunakan pada hal yang bermanfaat-sebagai hiburan, komunikasi, pelajaran, bisnis yang mensejahterakan dan meningkatkan kebahagiaan, serta peradaban hidup dan keluarganya; bahkan bermanfaat kepada kepentingan peradaban manusia. Bukan sebaliknya – merusak sendi sendi hubungan antara manusia baik disekitarnya dan masyarakat dunia maya.
Bagaimana dari sudut pandangan Al Quran, sebagai petunjuk - tentang sikap, perilaku seorang muslim terhadap hal berita, informasi; dalam komunikasi antara manusia, dalam hubungan sosial masyarakat yang heterogen ?. Bagaimana firman Allah dalam ayat ayat al Quran memberi pandangan terhadap hal kejadian kejadian di “dunia media sosial” ?
Al Quran surat 49. Al Hujuraat ayat 6 (QS. Al Hujuraat ayat 6) :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."
QS. An Nuur ayat 12 dan 15 :
Ayat 12:
"Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: Ini adalah suatu berita bohong yang nyata”
Ayat 15:
"(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar."
QS. Al-Isra’ ayat 36 :
”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung-jawabannya”.
QS. Al Hujuraat ayat 11:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan (gelar-gelar yang buruk). Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim."
Pengumpat atau orang yang mencela adalah orang-orang tercela dan terlaknat sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah SWT berikut :
QS. Al Humazah ayat 1:
"Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela”
Seburuk buruk sifat dan nama panggilan adalah pemberian gelar dengan gelar yang buruk, sebagaimana yang dulu dilakukan pada masa jahiliyyah.
QS.Al-Hujuraat ayat 12:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari prasangka (kecurigaan), sesungguhnya sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari keburukan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing satu sama lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”
QS.Al Israa' ayat 53:
"Dan katakanlah kepada hamba hamba KU: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.”
QS. Al-Qashas ayat 55 :
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling dari padanya. Dan mereka berkata: "Bagi kami amal amal kami dan bagimu amal amal mu, semoga selamatlah kamu, kami tidak ingin bergaul dengan orang orang yg jahil"
Dalam Riwayat Hadist (H.R. Al-Bukhari dan Muslim) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”
Dari kutipan ayat ayat al Quran dalam beberapa surat tersebut, dapat diambil berapa point atau petunjuk pokok bagi seorang muslim dalam berinteraksi dengan sesama muslim atau manusia; atau dalam konteks yang lebih luas - berinteraksi dalam hal bermasyarakat, berbangsa-negara, setiap muslim dalam menyampaikan berita, pesan, berkomunikasi harus bersikap-perilaku jujur, amanah, baik, benar, hati-hati, teliti, arif bijak -persuasip, adil, kasih sayang, pemaaf, penghamba/rendah hati dan sebaliknya. Jadi dalam hal kebohongan - seperti HOAX maka bukan suatu hal dianggap biasa dalam islam, tetapi suatu yang dilarang, zhalim, buruk, bahkan yang bersifat hal penting – seperti fitnah menjadi dosa besar; hal itu bukan sikap perilaku sebagai akhlakul karimah seorang muslim.
Perpecahan umat atau masyarakat dapat karena berita atau pesan Hoax yang menghasut, membakar emosi penerima pesan - yang menganggap “pesan benar” dan menimbulkan amarah atau menyebarkannya sebagai “hal penting” yang layak diketahui seluruh orang dan menyebarkannya sebagai kewajiban dan amalan baik. Ketika kenyataan diketahui kemudian sebagai “hoax” pun, berita yang sudah menyebar, tidak diantisipasi atau bantahan balik sebagai hoax ; akibatnya berita hoax menjadi liar dan merusak rekatan sendi sendi dalam masyarakat atau hubungan antara manusia.
Dalam kondisi umat islam sekarang yang mendapatkan berita hoax bermacam-macam yang bersifat “sara”, maka sikap terbaik adalah kembali kepada Ajaran Al Quran dan Hadist yang dipesankan Nabi-Rosullah Muhammad saw. Caranya men-tauladani kehidupan beliau ; sikap, perilaku yang menjadi akhlakul karimah; menjadi Al Quran berjalan; menjadi pandangan hidup”way of life”; menjadikan umat “rahmatan alamin” bagi kaumnya dan umat lain di jamannya. Menghadirkan “sosok rasulullah saw” dalam kehidupan sehari hari seperti seorang kekasih yang selalu hadir dalam hati, walaupun jauh, walaupun sudah tiada, dekat dan hidup dalam diri kita. Kecintaan terhadap rosulullah saw, menjadi kecintaan yang abadi yang selalu menguatkan-menginspirasi-memotivasi-merindukan-menirukan sikap-perilaku kita -seperti beliau, dalam kehidupan sehari hari. Tidak ada derajat orang lain yang lebih tinggi untuk menjadi tauladan umat islam, selain rosullulah swa saat ini. Oleh karena itu, umat islam ketika mengalami kehilangan atau kekacauan indentitas atau polusi peradaban, harus kembali kepada tauladan rosulullah yaitu kembali ke Al Quran dan Al Hadist, terutama dalam hal mu’amalah; hubungan antara manusia. Bukan sebaliknya mentauladani yang lain-orang orang fasik atau mentaklidkan diri kepada orang yang mengaku “ulama”, mengaku seperti rabbi/pendeta, “pembawa ajaran agama” tetapi menjadikan agama sebagai alat memenuhi kepentingan peribadi atau duniawi dengan cara yang tidak sesuai ajaran nabi-rosul. Cara cara yang tidak islami seperti “korupsi” , “hoax”, bicara tidak santun, tidak jujur, mencemooh/mengolok-olok, dll.; bukanlah menjadi karakter / kepribadian seorang muslim yang mencinta Allah dan RosulNya.
Membela Islam ?
Belakangan ini kita di hebohkan dengan jargon “membela islam” yang dilatar belakang tuduhan penistaan agama oleh ahok; yang “diopinikan” sebagai sebagai penistaan agama islam; walaupun konteksnya menimbulkan perdebatan secara hukum, bahasa, agama dan berbau kepentingan politis. Semangat membela agama menggeser arti-makna sesungguhnya dari makna esensinya menjadi makna superfisial dengan cara membela agama melalui ikut demonstrasi, mendukung dengan dana, bekal, panitia, koordinator, menshare ajakan via medsos, dll. Ajakan membela agama seperti dorongan printah agama yang wajib harus dilaksanakan segera; kalau tidak, dianggap bukan muslim yang baik, tidak berhak masuk surga, tidak berhak di sholatkan mayitnya; bahkan dikatakan munafik, fasik, murtad. Seperti perintah pergi perang melawan musuh-kafir quraish; umat islam indonesia dalam keadaan “darurat” sedang menghadapi musuh –“penista agama”; di opinikan penista bagian dari rezim penguasa-pengusaha/pemerintah yang mendukungnya atau membelanya; juga anggap sebagai bagian dari musuh. Demontrasi besar besaran yang digerakan/diorganisasikan berserial 411, 212, 55 untuk melawan, menghukum ahok dan menekan –melawan “pemerintah”. Perlawanan yang dianggap kemenangan pembela islam ketika ahok kalah dalam pilkada DKI dan diputus Hakim sebagai penista dengan hukuman 2 tahun-langsung di penjara, serta ahok harus melepas jabatan gubernur ke wakilnya Djarot. Seperti eforia bagi pemenang bawah perjuangan membela islam berhasil ; bahwa sikap membela islam menihilkan penista. Tetapi dilain pihak tokoh pembela pembela islam dilaporkan ke polisi karena kasus yang sama-pernistaan terhadap negara, orang yang meninggal, bahkan kasus yang lain –melakukan perbuatan asusila.
Makna membela islam pada konteks ideologis menjadi kabur atau bias ketika tokoh yang dikatakan “ulama, kiyai, ustadz, pemimpin,tokoh” islam memberi tauladan buruk- yang tidak sesuai akhlak rosulullah saw. Dengan kata lain membela islam menjadi kehilangan makna dalam konteks ahoks. Apalagi cara cara atau metode himbauan, hasutan via ceramah, bulletin, pamplet, spanduk, pesan singkat via medsos , bahkan hoaks banyak mempengaruhi sebagian umat islam untuk percaya; membentuk opini dan menggerakan massa dan mudah diarahkan oleh tokoh tokoh penggeraknya. Ketika tokoh tokoh ini tersangkut perkara hukum seperti ahok, mereka membela bahwa ulamanya dikriminalisasi dan berusaha mempersulit pemeriksaan polisi. Ironis sikap-perilaku tersebut tidak menjadi contoh yang baik bagi umat/masyarakat hukum indonesia; seperti yang dicontohkan oleh ahok ketika menjadi tersangka dan terdakwa.
Esensinya membela islam adalah mengamalkan nilai-nilai kehidupan rosululah sebagai norma, etika , hukum dalam sikap-perilaku hidup sebagai muslim sehari-hari (way of life). Dalam konteks ubudiyah – menjadikan nilai nilai tauhid, sholat, sebagai kepatuhan dan ketundukan kepada Allah SWT setiap waktu. Dalam konteks mu’amalah – menjadikan nilai nilai zakat, puasa, haji sebagai kehambaannya kepada Allah SWT dengan berbagi kepada sesama, mengendalikan diri-egoisme dan pengorbanan diri-usaha dengan kepasrahan diri, kesabaran kepada Allah SWT dalam interaksi dalam masyarakat, umat manusia, alam semesta/lingkungannya menjadi rahmatan alamin. Dalam esensi yang sederhana, membela islam menjadi tauladan yang baik bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya sebagai seorang muslim.
Apakah kita sesudah membela islam yang sesungguhnya ?
Ciputat , 10 mei 2017