Translate

Telusuri via Blog Ini

Minggu, 28 Mei 2017

RAMADHAN , MEMBANGUN PERADABAN MANUSIA



Bulan Ramadhan atau Ramadhan adalah bulan puasa bagi umat islam di seluruh dunia; suatu kewajiban bagi setiap orang yang beriman dan mampu atau tidak berhalangan untuk menjalankan puasa selama 1 bulan menurun hitungan bulan komariah atau tahun Hijriah. 

Kegiatan selama bulan puasa ramadhan telah dan terus menjadi budaya umat islam yang beragam berbeda diseluruh dunia; dalam konteks tradisi dipengaruhi oleh masing masing budaya lokal atau budaya masyarakat –bangsa, negara. Budaya indonesia, dilatar belakangi rumpun budaya melayu, mirip seperti di malaysia, singapura, brunei, begitu juga yang terjadi di timur tengah, pakistan, india, bangladesh, iran, afganistan, afrika. Keragaman budaya dunia termasuk budaya “barat” atau “timur” mewarnai tradisi puasa bagi umat islam. Dari sisi lama –waktu puasa pun berbeda yang memberi perbedaan pada kegiatan, makna berpuasa bagi mereka yang mengalami perbedaan waktu yang panjang atau pendek; ada yang puasa 20 jam ada yang singkat 6 jam. Perbedaan iklim yang ekstrem, seperti sangat dingin-seperti di kutub, atau sangat panas di padang pasir –daerah ekuator/garis katulistiwa. Tentu perbedaan atau keragaman yang kemudian menjadi tradisi, budaya ini, menjadi perbedaan nilai nilai – makna dari setiap budaya, masyarakat, individu dalam menjalankan puasa ramadhan. 

Bagi seorang yang beriman, puasa menjadi wajib untuk dilaksanakan sebagai perintah dari bagian rukun islam yang telah di firmankan Allah SWT dalam Al Quran –surat al Baqarah 183, “....agar menjadi orang yang bertaqwa”. Oleh karena itu apapun keadaan, perbedaan tempat, waktu, iklim-cuaca, tradisi-budaya, tidak menjadi halangan atau alasan tidak berpuasa. Puasa menjadi syarat berislam, sebagai muslim, sebagai orang yang beriman kepada Allah SWT. Nilai nilai Taqwa bersifat universal, dalam arti sepanjang waktu-peradaban dan berkorelasi dengan kehidupan di dunia dan akhirat. Puasa memberi warna pada kualitas kehidupan manusia, peradaban manusia, khususnya umat islam dan lebih khusus kepada setiap muslim. Setiap berulang tahun, berulang bulan ramadhan, seorang beriman-islam dievaluasi nilai nilai ketakwaannya, nilai kualitas hidupnya dalam mewarnai kehidupan dirinya dan peradaban manusia. Seperti bulan bernilai “1000 bulan”, bulan pemuliaan manusia, bulan kembali kejati diri sebagai hamba-makhluk; bermakna kembali mengemas “menjadi manusia yang baik, individu yang sadar atas keberadan dirinya di dunia, kembali pada fitrahnya sebagai makhluk yang lemah”. Dalam konteks penyadaran diri, puasa adalah cara –Allah memberi waktu-ruang bagi orang islam untuk memahami, mempelajari, mendidik,mempraktekan nilai nilai takwa, nilai nilai alquran, nilai nilai rahmatan alamin, nilai nilai kemanusia-an yang baik –beradab; dengan kata lain nilai ubudiyah, muamalah yang telah di contohkan rosullulah saw dan nilai nilai universal al quran. Ketika tujuan berpuasa tercapai, maka pikiran, nafsu –emosi-mental akan mudah terkendali, teratur, harmoni pada sikap, perilaku benar-salah, baik-buruk dari kehendak bebas manusia(free will). 

Puasa Ramadhan bukan sekedar ritual sholat taraweh, menahan lapar dari makan, haus dari minum, serta hubungan suami-istri, tetapi semua aktifitas yang telah Allah SWT syariatkan sebagai “yang diharamkan”. Dalam arti yang lain, “suatu yang halal - diharamkan atau dibatalkan selama sebulan berpuasa ramadhan-sejak imsak sampai berbuka, termaksuk hal yang sudah diharamkan”. 

Suatu kebutuhan pokok atau yang mendasar, seperti makan , minum, seks, menjadi dorongan manusia untuk mencari nafkah, hidup dan berkeluarga, bermasyarakat- bersosialisasi. Hubungan manusia dan manusia akibat mata-rantai makan-minum-seks menimbulkan rantai ketergantungan ekonomi-sosial; seperti rantai komunikasi, rantai perdagangan. Saling butuh dan membutuhkan, hidup –menghidupkan menimbulkan interaksi antara manusia; interaksi yang kompleks. Nilai nilai yang timbul, menjadi norma, dan norma norma menjadi aturan-tradisi, peraturan, undang-undang. Nilai nilai islam mengatur dan menjadi syariat bagi seorang muslim. Dalam konteks memenuhi kebutuhan pokok hidup, maka seorang muslim hendaknya mampu mengendalikan diri dari keinginan bebasnya(free will) yang tidak terbatas dari perbuatan yang salah, buruk bagi orang lain; sebaliknya menjadikan free willnya sebagai “rahmatan alamin”. 

Secara alamiah manusia, mempunyai kecendrungan ego yang kuat, mementingkan diri sendiri dari orang lain atau sekitarnya. Kecendrungan manusia mengikuti hawa nafsu, pikiran, keyakinan, tradisi-budaya, agama. Apabila kecendrungan tersebut dipengaruhi oleh niat jahat, dendam, benci, ambisi buruk, keyakinan yang salah atau sesat, maka dapat menjadi malapetaka bagi orang lain, masyarakat, bahkan bangsa dan negara. Ketika kerusakan terjadi akibat perang, konflik dalam keluarga, masyarakat, bangsa-negara, maka kualitas hidup manusia juga rusak atau peradaban manusia menjadi “barbar”. Oleh karena itu “hawa nafsu” dapat merusak tatanan hubungan antara manusia. Apa yang terjadi di dunia –dewasa ini, banyak negara miskin - terjadi perang, karena masalah “ rantai makanan”akibat orang orang mengikuti hawa nafsunya sendiri, tidak mampu mengendalikan diri dari pemimpinnya atau negara lain yang lebih kaya/besar.

Esensi dari pengendalian diri manusia - dari kecendrungan ego yang salah-buruk, dari pengaruh kehendak bebas manusia(free will) adalah pengendalian diri melalui puasa, imsak. Ketika kecendrungan free will terkendali, sikap, perilaku seorang muslim akan mudah mengendalikan egonya, dan mampu berpikir luas, bersikap-perilaku yang arif dan bijak dalam hidup dan kehidupannya di dunia dan akhirat. Puasa mengembalikan diri kepada sifat dan sikap kehambaan manusia kepada Maha Penciptanya. Ketika manusia sadar atas jati dirinya, maka hubungan dirinya dan Tuhannya akan menguat atau menyatu atau mesra atau khu’syu atau ma’syuk; tidak ada kekuatiran atau ketakutan dalam beribadah/hidup. Esensi lainnya , Puasa menguatkan cintanya kepada Tuhannya. Orang yang mencinta akan selalu merindukan, galau, gembira, bahagia bahkan mabuk cinta, setiap bertemu, mendengar namanya, jauh darinya, ketika dia berkata-kata , ....dsb.nya. Itulah ibarat bulan ramadhan – bulan percintaan, bulan berkasih sayang, bulan memadu kasih, bulan memohon ampun, bulan memaafkan, bulan beramal baik, dsbnya.

Tidak ada komentar: