Al-Qur’an yang merupakan kalam Ilahi berbentuk tulisan adalah sumber pokok dari dienullah, human-life-engineering-system. Kitab ini diturunkan untuk semua manusia yang memiliki perbedaan bahasa, budaya, pendidikan, profesi, status, kemampuan, kecenderungan dan keinginan. Kitab ini berlaku sepanjang masa mulai dari abad ke VII M. sampai akhir zaman dengan segala tantangan, kendala dan permasalahan yang tidak pernah sama sehingga wajar bila memilikii susunan, gaya, irama dan nada bahasa yang khas. Bahasanya pasti tidak sama dengan bahasa yang dipakai manusia yang hanya mampu digunakan untuk menerangkan yang serba terbatas, baik dalam bidang geraknya maupun dalam luas jangkauan cakrawalanya. Gaya bahasanya pasti tidak mungkin sama dengan gaya bahasa falsafati, ilmiah ataupun sastra yang diciptakan manusia yang melihat kehidupan secara terkotak-kotak dalam aspek dan fasetnya.
Kenyataan telah menunjukkan, bahwa tanpa wahyu, manusia mampu merekayasa kehidupan sampai saat ini - hanya jangan dipersoalkan bagaimana ujud dan hasilnya.
Darimana datangnya kemampuan itu ?
Jawabannya mudah, pada umumnya orang menjawab dengan akal rasionya. Memang akal diakui sebagai suatu kemampuan, tetapi apa yang dapat diperbuat dan dihasilkan oleh suatu kemampuan bila tidak ada bahan yang diolahnya ? Tanpa alam akal/rasio tidak dapat berbuat apa apa, karena alamlah yang menyajikan bahan olahan, working’s materials. Alam tidak hanya menyediakan bahan mentah [ranah materi], tetapi juga menyediakan tatanan hukum yang mampu memberikan cara kerjanya/mekanisme kerjanya [ranah penalaran], sehingga manusia dapat menemukan metoda cara mengelola alam. Metoda ini dapat berupa suatu manipulasi atau suatu intervensi terhadap hukum alam, yang oleh Al-Qur’an disebut TAQDIR, sebagian dari ‘AMR Tuhan. Manusia mengelola kehidupannya melalui suatu intervensi sampai manipulasi hukum alam. Jadi alam menyajikan sekaligus MATERI dan METODOLOGI pada manusia.
Apakah dengan demikian, Ilmu yang disusun manusia itu pasti benar , artinya pasti cocok dengan realita yang disajikan alam ? Apakah upaya mencari ilmu dapat di-identikan dengan mencari kebenaran ?
Memang alam menyediakan semua yang diperlukan manusia sepanjang zaman. Yang diperlukan dalam arti yang dibutuhkan. Namun apa yang terkandung dalam istilah ‘kebutuhan ‘ mencakup :
- Apa yang diperlukan dalam pengertian needed, atau
- Apa yang di-inginkan dalam arti wanted atau
- Apa yang terpaksakan
Dengan demikian, kebutuhan yang seharusnya bersifat objektif dapat berubah menjadi subjektif, apa yang seharusnya bersifat mean-to-be, menjadi apa-yang-di-inginkan. Inilah yang menyebabkan upaya mencari ilmu itu tidak selalu identik dengan mencari kebenaran, apalagi tujuan hanya ditentukan oleh kehendak manusia secara pribadi dan dengan tujuan pribadi [individual/ egosentris atau untuk bangsanya/anthropocentris]. Kebanyakan manusia tahu apa yang di-inginkan, tetapi sedikit manusia yang tahu apa yang dibutuhkan. Ilmu hanyalah ALAT.
Suatu ilustrasi bagaimana manusia memilih makanannya. Seharusnya manusia memilih makanannya menurut yang ia butuhkan, bukan yang ia senangi. Akibatnya, manusia yang seharusnya makan untuk menjadi sehat, tetapi hasilnya malah sebaliknya, penyakit yang ia dapatkan. Demikian pula dalam mencari Ilmu, manusia lebih banyak mengikuti apa yang ia senangi, inginkan, bukan yang ia butuhkan, sehingga ilmu yang didapatkan bukan ilmu yang pasti benar, apalagi dalam implementasinya yang dapat disalah-gunakan, meskipun didasarkan pada working’s materials yang disajikan alam . Ilmu yang seharusnya melahirkan kebahagiaan bagi umat manusia, justru mendatangkan mala-petaka. Untuk mampu membedakan apa yang manusia butuhkan dan manusia inginkan, bagi manusia yang percaya, bahwa dia itu diciptakan oleh Sang Pencipta, mudah sekali untuk menerima kehadiran Wahyu, Ad-Dien, hudaa dan furqon yang diturunkan Sang Pencipta sebagai tuntunan dalam mereka-yasa kehidupan ini.
Ad-Dien diturunkan sebagai kalam Ilahi, yang disampaikan malaikat Jibril pada Nabi dan diucapkan Nabi dalam bahasa manusia dan dibukukan sebagai kitab kedua dari Tuhan untuk melengkapi kitab pertamanya yang berupa alam semesta. Kedua kitab itu tidak mungkin berlawanan satu dengan yang lain, kedua kitab itu bersifat komplementer dan supplementer, saling mengisi dan melengkapi. Bedanya yang pertama masih terus di-tulisi, sedangkan yang kedua sudah selesai. Ini disebabkan karena yang pertama itu kecuali mengandung teori, juga merangkap sebagai lapangan eksperimentasi. Hasil eksperimentasi manusia, apakah itu berupa fenomena alam, sosial ataupun fenomena fisiologik, fenomena mental spiritual, demi kebaikan manusia sendiri akibatnya atau dampaknya selalu DITUNJUKKAN sebagai fenomena alam/sosial juga, guna membimbing manusia selanjutnya.
Kitab yang kedua, karena hanya berupa petunjuk dan kriteria tidak memerlukan tambahan karena tidak terjamah oleh proses kehidupan, atau perjalanan waktu, sebab pelakunya itu hanya manusia; manusialah actor intelektualisme kehidupan, karena dianugrahi iradat/free will/ kehendak bebas. Segala macam fenomena kehidupan itu disebabkan oleh perilaku manusia. Hanya manusialah yang merupakan sumber perubahan fenomena kehidupan termasuk perubahan fenomena lingkungan hidup!
Kalau alam memberi manusia apa yang ia butuhkan, baik dalam bentuk bahan mentah maupun bahan siap pakai, maka apa yang diberikan Al-Qur’an pada manusia ?
Al-Qur’an , seperti alam, juga menyajikan bahan bahan yang diperlukan manusia dalam mereka-yasa kehidupan. Kalau alam menyediakan materi, mulai dari unsur unsur dasarnya sampai unsur unsur yang siap pakai, maka Al-Qur’an menyediakan juga unsur unsur dasar dan unsur unsur siap pakai.Unsur dasarnya berupa makna makna baku, arti denotatif yang terdapat dalam kosa-kata dan sistem konsep, idea dan nilai yang terdapat pada ayat ayat muhkamatnya . Unsur unsur inilah yang stabil sepanjang masa seperti unsur unsur dasar dalam alam. Unsur unsur yang dinamis dikandung oleh ayat ayat mutasyabihat dan tema tema surah yang merupakan unsur katalisator dalam proses kimiawi yang memacu proses pembentukan unsur unsur majemuk dalam alam kehidupan. Unsur yang dinamis ini yang mengandung potensi untuk dikembangkan dalam upaya implementasinya, sehingga mampu menghadapi perubahan perubahan. Unsur dasar atau materi dasar ini dalam lingkup Ad-Dien disebut akidah. Disamping ini Al-Qur’an juga menyediakan materi metodologi implementatif yang dikenal sebagai syare’at atau doctrin penyelamatan.
Kalau ilmu yang disusun manusia bisa salah, itu disebabkan karena salah ambil, yang lahir dari salah pilih, yang disebabkan oleh karena manusia lebih banyak mengikuti keinginan daripada kebutuhannya atau di-salah-gunakan. Begitu pula dalam menyusun ilmu dari Al-Qur’an., kesalahannya bukan karena salah pilih, tetapi karena salah tafsir. Kita tidak boleh mengambil referensi dari luar Al-Qur’an untuk memahami makna kosa katanya atau salah memaknai makna judul surahnya yang menentukan TEMA surahnya, sehingga mengacaukan sistim konsep dan ideanya.
Jadi untuk melengkapi dan menyempurnakan ilmu, sehingga mendekati YANG BENAR, artinya TIDAK MERUSAK, manusia harus mengkombinasikan ke 2 kitab Tuhan. Mengapa kita getol membaca Alam, ogah membaca Al-Qur’an ?????
ILMU adalah ALAT untuk memahami AGAMA,
AGAMA menuntun untuk menyusun ILMU.
AGAMA menuntun untuk menyusun ILMU.
Einstein
SCIENCE without RELIGION is BLIND,
RELIGION without SCIENCE is LAME.
RELIGION without SCIENCE is LAME.
by. A.Baghowi Bachar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar