Translate

Telusuri via Blog Ini

Selasa, 30 Agustus 2011

PENETAPAN 1 SYAWAL 1432 H


PERNYATAAN HIZBUT TAHRIR INDONESIA Tentang PENETAPAN 1 SYAWAL 1432 H

Maktab I’lamiy
Hizbut Tahrir Indonesia
NO: 209                                                                                                 9 Agustus 2011/29 Ramadhan 1432

PERNYATAAN

HIZBUT TAHRIR INDONESIA

Tentang
PENETAPAN 1 SYAWAL 1432 H
Sebagai bulan yang penuh berkah, rahmat, dan ampunan, bulan Ramadhan selalu dinantikan kehadirannya oleh umat Islam di seluruh dunia. Namun sayangnya, momentum penting itu hampir selalu diwarnai perbedaan dalam mengawali dan mengakhirinya. Ada menetapkan 1 syawal 1432 H jatuh pada Selasa 30 Agustus 2011, tapi ada juga yang menetapkan 31 Agustus 2011. Padahal Nabi dalam hadits shahih riwayat Bukhari dan banyak hadits lain telah menegaskan
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِّيَ عَلَيْكُمْ الشَّهْرُ فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ
Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah kalian karena melihatnya (hilal). Apabila pandangan kalian terhalang mendung, maka hitunglah tiga puluh hari (HR Muslim no.1810, dari Abu Hurairah ra.) Berdasarkan hadits-hadits tersebut, para fuqaha berkesimpulan bahwa penetapan awal dan akhir Ramadhan didasarkan kepada ru’yah al-hilâl. Menurut pendapat jumhur, kesaksian ru’yah hilal awal dan akhir Ramadhan dapat diterima dari seorang saksi Muslim yang adil.
Adapun tentang mathla’ (tempat lahirnya bulan), sebagian ulama Syafi’iyyah berpendapat, jika satu kawasan melihat bulan, maka daerah dengan radius 24 farsakh dari pusat ru’yah bisa mengikuti hasil ru’yat daerah tersebut. Sedangkan daerah di luar radius itu boleh melakukan ru’yah sendiri, dan tidak harus mengikuti hasil ru’yat daerah lain. Pendapat tersebut disandarkan kepada Hadits yang diriwayatkan dari Kuraib: ( HR. Muslim no. 1819; Abu Dawud no. 1985; al-Tirmidzi 629; al-Nasa’i no. 2084; Ahmad no. 2653). Hadits ini dijadikan sebagai dalil bagi absahnya perbedaan awal dan akhir Ramadhan karena perbedaan mathla’.
Tapi pendapat jumhur ulama, yakni dari kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah. tidak menganggap adanya perbedaan penentuan awal dan akhir puasa karena perbedaam mathla’. Sayyid Sabiq menyatakan, “Menurut jumhur, tidak dianggap adanya perbedaan mathla’ (ikhtilâf al-mathâli’). Oleh karena itu kapan saja penduduk suatu negeri melihat hilal, maka wajib atas seluruh negeri berpuasa karena sabda Rasulullah saw, “Puasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya.” Seruan ini bersifat umum mencakup seluruh ummat. Jadi siapa saja di antara mereka yang melihat hilal; di tempat mana pun, maka ru’yah itu berlaku bagi mereka semuanya.”
Patut ditegaskan, perbedaan awal dan akhir puasa yang terjadi sekarang ini bukan disebabkan oleh perbedaan mathla’ . Bukan pula karena perbedaan metodelogi. Tapi diakibatkan oleh ego nasionalisme. Masing-masing negeri muslim menetapkan sendiri-sendiri awal dan akhir Ramadhan berdasar hasil perhitungan atau rukyah yang didapat di wilayah negara itu. Bila di negeri itu tidak terlihat hilal, maka langsung digenapkan, tanpa menunggu terlebih dahulu hasil rukyat di negara muslim lain. Hasil keputusan tersebut lalu diumumkan di seluruh negeri masing-masing. Akibatnya, terjadilah perbedaan dalam mengawali dan mengakhiri puasa Ramadhan antara negeri-negeri muslim.
Umat Islam di Riau misalnya, tidak berpuasa bersama dengan umat Islam di Malaysia padahal perbedaan waktu antara kedua kota itu tidak sampai satu jam. Sementara pada saat yang sama, umat Islam di Aceh bisa berpuasa bersama dengan saudaranya yang tinggal jauh di Papua. Tentu saja ini sesuatu yang amat janggal. Penentuan awal dan akhir Ramadhan berkait erat dengan peredaran dan perputaran bumi, bulan, dan matahari. Sama sekali tidak ada kaitannya dengan batas-batas negara yang bisa berubah-ubah.
Perbedaan penetapan awal dan akhir Ramadhan di negeri-negeri muslim hanya merupakan salah satu potret dari keadaan umat Islam, yang kendati satu ummat, tapi terpecah belah setelah runtuhnya Daulah Khilafah pada 1924 lalu. Karena itu, solusi yang tepat untuk menyelesaikan persoalan ini adalah dengan mengembalikan keberadaan Khilafah, mengangkat seorang khalifah untuk menyatukan negeri-negeri muslim dan menerapkan syariah secara kaffah termasuk dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan sehingga umat bisa berpuasa dan berhari raya secara bersama.
Berkenaan dengan penetapan 1 Syawal 1432 H, Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:
1.        Berdasarkan rukyah hilal yang dilakukan secara global (di seluruh negeri muslim), hilal awal Syawal 1432H terlihat di beberapa negara pada malam tanggal 30 Agustus 2011, maka 1 Syawal 1432 H ditetapkan jatuh pada hari Selasa, 30 Agustus 2011 M.
2.      Seluruh keluarga besar Hizbut Tahrir Indonesia mengucapkan selamat Idul Fitri 1432 H. Taqabbalallahu minna wa minkum. Semoga seluruh amal shaleh kita, khususnya puasa dan Qiyamurramadhan, di sepanjang bulan Ramadhan diterima oleh Allah SWT, dan kita menjadi semakin bertaqwa karenanya.
3.      Perbedaan penetapan awal dan akhir Ramadhan yang hampir selalu terjadi semestinya menyadarkan kita semua tentang betapa pentingnya Khilafah Islam sebagai wadah pemersatu umat sehingga peristiwa yang memalukan ini tidak terjadi lagi di masa mendatang. Oleh karena itu, perjuangan umat bagi tegaknya kembali Khilafah adalah mutlak adanya.
Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia
Muhammad Ismail Yusanto
Hp: 0811119796 Email: Ismailyusanto@gmail.com

Tidak ada komentar: