Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menghapuskan hyme pemujaan metoda tafsir yang sudah diterima tanpa protes dan kritik (' taken for granted') oleh sebagian besar umat. Sesungguhnya telah banyak Ulama besar yang ada diluar tanah air, mulai 2-3 abad yang lalu, yang telah memulai dengan mencari suatu metoda tafsir alternatif, meskipun mereka belum menyatakannya dalam bahasa yang gamblang, terang dan tegas dan langsung sebagai suatu metoda tafsir. Penulis sangat memprihatinkan keadaan umat pada waktu ini yang kelihatannya makin lemah, karena ukhwah diniyah makin menipis dan banyak organisasi, partai , bahkan negara negara islam , yang telah menerima peradaban sekuler. Islamnya yang tampak, hanya seremonial 'ubudiyah nya. Seremoni pemujaan , seperti agama agama yang lain, kebanyakan umat malah memuja dan mengikuti ideologi sekuler, sehingga saat ini peradaban sekulerlah yang menguasai dunia.
Sebaliknya mereka yang tidak mau tunduk pada negara atau pemerintahan yang sekuler, mengambil sikap ekstrim dan dikenal sebagai kaum ekstremis, yang saya kira tidak pernah diajarkan Nabi dan ajaran Islam.
Apakah ini disebabkan karena penafsirannya tentang ajaran Islam melalui Al Qur'an, dengan ilmu tafsir tradisional yang ada, tidak lagi mumpuni untuk melawan globalisasi peradaban sekuler ?.
Penulis juga tidak mempunyai pretensi, bahwa penulis berani mensejajarkan diri dengan para ulama, para mujahid itu. Tulisan ini lahir dari suatu dorongan keinginan untuk memahami Al Qur'an bagi seorang awam, pendatang baru dalam mencari apa makna beragama menurut Al Qur'an, sebagai satu satunya buku standar bagi seorang muslim. Karena melalui jalan tradisional yang ada, penulis belum mendapatkan jawaban atas semua pertanyaan yang selalu menggoda benak.
Apa yang penulis dapatkan dari cara yang selama ini diperoleh, tidak dapat memberikan kemantapan pemahaman dalam keinginan untuk memahami ajaran agama melalui Al Qur'an. Semua pertanyaan yang diajukan pada para ulama yang dianggap mampu menjawab, penulis belum mendapatkan jawabannya yang dapat penulis gunakan sebagai cara untuk memahami Al Qur'an secara mandiri, karena dalam Islam tidak ada lembaga kependetaan dan taklid diharamkan.
Jawabannya belum dapat menjawab secara memuaskan penulis, karena semuanya hanya berwujud “barang jadi” yang harus diterima, jauh dari suatu metodologi yang dapat memberi kemampuan untuk dapat mandiri, bebas dari taklid. Karena penulis yakin akan ungkapan Al Qur'an sendiri, bahwa Al Qur'an diturunkan untuk semua manusia, sehingga tiap manusia wajib, harus dan pasti mampu memhami Al Qur'an sendiri, tentu saja sesuai dengan kemampuannya, pasti ada sesuatu metoda sebagai acara untuk mempelajari sendiri, serupa dengan mempelajari ilmu dari naskah tulis ilmiah (text book).
Apa yang sangat memperihatikan penulis, umat Muhammad tidak akan punah, tetapi akan mengalami kepunahan keislamannya (mindset -imtaqnya), mengalami proses “ fading away “, seperti yang diungkapkan nabi waktu dipanggil kembali Tuhan dengan keluhannya “Ummatii, ummatii...!”
Permasalah yang menggoda penulis ialah:
1. Apakah benar Al Qur’an, hanya sebagai kumpulan / kolongmerasi dari 6.236 ayat, seperti yang lazim digambarkan oleh ‘Uummul Qur’an ?
2. Apakah maknah surah ? Apakah hanya suatu petunjuk tempat ayat ? Nama surah bahkan dapat diganti dengan normor urut saja. Sedangkan nama judul surah itu terasa aneh dan sulit dipahami untuk menebak pokok isi kandungan surahnya/ tema surahnya
3. Apakah ‘unit fungsional terkecil ‘ Al Qur’an sebagai “ hudaa dan furqan” ? dan apa ‘unit struktural terkecilnya ‘ ?
4. Apakah makna nama judul judul surah ?
5. Mengapa tertib susunan ayat dan surah wahyu diubah dari tertib susunan nuzul nya menjadi tertib susunan surah dan ayat Al Qur’an ?
6. Apakah pokok kandungan Al Qur’an ?, Kandungan surah ?, Kandungan ayat
7. Mengapa kalau dibaca secara selintas isinya terasa tidak runtut?, Bagaimana cara Al Qur’an mengemas pesannya ?
8. Mengapa diperlukan ilmu tafsir ?,Apakah tidak cukup dengan alih bahasa saja ?
9. Apakah itu benar bahasa yang digunakan Al Qur’an itu bahasa ethnis Arab.?
10. Kalau Al Qur’an mengklaim dirinya berlaku bagi setiap manusia tanpa mengingat budaya dan tingkat pendidikannya/ penalarannya, bagaimana rumusan bahasanya sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan pesan yang dikandungnya
11. Kalau Al Qur’an mengklaim dirinya berlaku sepanjang masa, apakah semua masalah dan permasalahan hidup di masa mendatang itu dapat diantipasi, di prediksi atau dicakup atau dikooptasi oleh Al Qur’an , bagaimana cara mengatasinya ?
Inilah pertanyaan pertanyaan yang penulis belum mendapatkan jawabannya dengan tuntas
Inilah pertanyaan pertanyaan yang penulis belum mendapatkan jawabannya dengan tuntas
(by A Baghowi B. bersambung....)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar