Akhirnya apakah ‘ metoda tafsir’ yang dapat digunakan pada abad ini sebagai landasan ijma‘ tidak perlu dicari, karena yang ada pada saat ini hanyalah persyaratan mufassirnya saja ?. Apakah metoda yang ada yang telah dianggap baku, terutama di negara kita ini telah mencukupi ?. Kalau iya, mengapa ijma’ tidak pernah mencapai tujuannya untuk menyatukan pendapat umat ?. Mengapa para ulama kita selalu saja berbeda pendapat tanpa ada usaha maksimal untuk saling mendekati dan mengapa banyak terjadi percekcokan, bahkan permusuhan ?. Mengapa falsafah hidup Qur’an , yang notabene datang dari Sang Pencipta , tidak dapat mengimbangi falsafah hidup dunia(materialisme-liberalisme) yang ada ?. Mengapa banyak tulisan tulisan yang mengkritik, bahkan banyak pula yang menghujat kitab kitab tafsir, bahkan Al Qur’an yang tidak rasional ?.
Sekian banyak pertanyaan yang menghujam benak penulis, yang membuat sangat prihatin menghadapi masa depan kehidupan manusia. Sangat tegas dan jelas, bahwa Allah , Pencipta dan Penguasa kehidupan telah menurunkan Wahyu terakhir-Nya, untuk memerintahkan pada seluruh manusia, makhluk-Nya yang telah menirima penugasan untuk mewujudkan kehidupan duniawinya sebagai Peradaban Ilahiyah berdasarkan Al Qur’an.
Namun apa yang terjadi ?, Justru Peradaban Jahiliyah (peradaban sekuler, materialisme-liberalisme ) yang sekarang menguasai kehidupan duniawi manusia. Inilah alasan utama penulis memberanikan diri untuk menuliskan tulisan ini, karena hanya Kitab Wahyu Al Qur’an yang diturunkan untuk seluruh kaum, bangsa manusia.
Mudah mudahan Allah mengampuni penulis , bila tulisan ini justru melahirkan hal hal yang lebih buruk dari sebelumnya dan kalau sekiranya tulisan ada gunanya meskipun sebutir zarrah, mudah mudahan Allah membukakan mata hati kita semua untuk melanjutkan upaya meningkatkan derajad kekaaffahan umat manusia , terutama umat Muhammad, sehingga mampu melaksanakan perintah-Nya yang berbunyi: “liyudz-hira-hu ala ad-dieni kullihi”.
Upaya untuk ini jelas diperlukan perubahan cakrawala beragama, yang dimulai dengan mencoba melihat wajah Al Qur’an dari sekedar sekumpulan 6.236 ayat yang terbagi dalam 114 surah menjadi suatu diskursus lengkap (text book) yang mengandung kehendak Ilahi. Bagaimana manusia seharusnya menata hidup duniawinya. Apakah Al Qur’an dapat difahami melalui pendekatan “ Ilmiah” seperti ilmu ilmu lain, yang mampu melahirkan peradaban pada waktu ini ?. Pandangan ini akan melahirkan perubahan ‘ metoda ilmu tafsir’ yang melahirkan pandangan hidup / weltanschauung theokratik yang mampu menandingi ideologi demkrasi ?.
Diharapkan bawah penemuan Sistematika Al Qur’an akan melahirkan suatu tafsir alternatif yang berupa Tafsir Perspektif ( al-syuri) atau Tafsir Sistematik. Artinya kita akan mampu menggunakan Al Quran untuk menciptakan sistem peradaban Ilahiyah di muka bumi seperti tugas yang diembankan pada umat manusia melalui umat Muhammad ?!
Tafsir ini diharapkan akan dapat melampaui batasan tafsir dari ayat ke ayat, dari surah ke surah yang terkesan fragmentaris dan berulang-ulang, ipso facto ( kenyataan yang ada) selalu bersifat problematis. Sistematika ini harus mampu membangun tafsir tematik dan sistematik sedemikian rupa, sehingga mampu melahirkan konsep universal tentang kehidupan Islami ( dunia, manusia dan sistem ideologi-sosial –ekonomi-politik- budayanya).
Ini berarti bahwa tafsir harus mampu mencakup kemajuan iptek dalam arti bahwa agama islam itu dapat diterima oleh dunia manusia. Dengan demikan akan terasa adanya tali penghubung antara langit dan bumi sebagai disebut dalam QS, Azzukruf (43): 84.
” wa huwalladzii fissamaa’ ilahu wa fil ardhi ilahu wa huwal hakiimul a’lim “
Dan Dia-lah Tuhan (yang disembah) dilangit dan Tuhan (yang disembah) di bumi dan Dia-lah yang Maha bijaksana lagi Maha mengetahui
Jadi melalui metoda tafsir ini diharapkan lahirnya dimensi revolusioner dari khazanah intelektual lama, yang terdiri dari tiga macam ilmu pengetahuan:
- Ilmu-ilmu Normatif Rasional (al-ulum al naqliyah al aqliyah), seperti ilmu Usul Al Dien, Usul al Fiqh, ilmu Tasawuf dan seterusnya, sehingga lahir “ falsafah hidup Qur’ani” atau Karos.
- Ilmu-ilmu Rasional Semata ( apa yang disebut ilmu kauniyah/logos/ falsafah ilmu sekarang, yang mampu menglah kehidupan ini dari segi fisik (materi) hingga sosial budaya, yang akan melahirkan tehnologi dan sistem perekayasaan kehidupan sosial budaya dalam kerangka Qur’ani dan melahirkan iptek yang lahir dari imtaq.
- Ilmu-ilmu Normatif Tradisional ( al naqliyah), seperti ilmu Al Qur’an, hadist, sirah Nabi dan tafsir yang dapat digunakan tiap manusia sebagai penunjang (Jurisprudensi) dalam upayanya memahami wahyu secara mandiri, disamping lahirnya ilmu agama yang hidup, mampu mencakup perubahan perubahan yang dihasilkan oleh hasil perkembangan ilmu pengetahuan sampai falsafah hidup modern dan menjabarkannya dalam kehidupan sehari-harinya.
Pada saat ini Ilmu tafsir yang dominan hanya yang tradisional, yang ternyata belum mampu menempatkan tingkat ilmiahnya sejajar dengan Sains-Meta, Sains-Falsafah, Hidup-Ideologi, yang melahirkan sistem –sistem kehidupan yang membangun peradaban sekuler yang menguasai kehidupan.
Hasil umat islam tidak lagi merupakan Umatan wasathan dan menjadi umat pinggiran dalam kehidupan ini. Perkembangan ilmu cepat sekali maju mulai Abad XIX yang diupayakan bukan oleh umat islam, sehingga baik yang berupa ranah materi, maupun ranah pemikirannya belum mampu menjamah kehidupan umat. Bahkan sikap umat pada umumnya malah menjauhinya atau membebeknya
Penafsiran Al Qur’an seharusnya mampu melahirkan ilmu agama atau karos yang mampu menghasilkan ranah sistem perekayasaan kehidupan dan ranah penalaran seperti fungsi sains pada waktu ini.
INSHAA ALLAH !
Referensi :
Dari Pengantar buku: SISTEMATIKA AL QURAN, Mengungkap Pesan Ilahi didalam Susunan Kitab Suci
- by Ahmad Baghowi Bachar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar