Translate

Telusuri via Blog Ini

Sabtu, 16 April 2022

Demokrasi : Kebebasan berpendapat



                               

Dalam system masyarakat yang menganut paham demokrasi, “berpendapat” adalah hal yang biasa dan menjadi hak setiap orang dan bebas disampaikan atau dikemukakan kepada public, pemerintah, negara. Namun dalam paham demokrasi terdapat norma dari rakyat untuk rakyat, untuk kepentingan umum, kepentingan bangsa dan negara; artinya kebebasan berpendapat harus mengikuti norma bersama yang sudah disepakati secara politik dalam peraturan, undang undang, undang undang dasar negara yang berlaku dalam kehidupan berbangsa dan negara. Dalam “kehidupan demokrasi” kekuasaan politik diberikan dalam system perwakilan dipemerintahan(eksekutif) dan dewan perwakilan rakyat (legislative) yang dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum secara bebas dan rahasia. Pemerintahan (Presiden) dan DPR bersama sama membuat undangan-undangan(UU) dan mengangkat aparat keamanan dan hokum negara , seperti Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Yudisial, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kepala Polisi , Komisi komisi negara (Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Pemilihan Umum , dll.); Hal itu adalah produk politik demokrasi yang mengemban amanat rakyat, untuk mengolah kehidupan bangsa dan negara mencapai kehidupan yang layak- adil dan makmur/sejahtera dan sentosa.


                  

Kebebasan pendapat setiap orang dalam demokrasi bukan berarti “ bebas tanpa nilai etika/norma / aturan”, tetapi justru “ bebas dengan nilai “ ; yaitu nilai etika, norma , aturan berbangsa dan negara. Setiap pendapat terikat dengan nilai nilai yang berlaku. Pendapat yang berbeda harus dihargai dan dihormati selama “isi pendapat “ bersifat argumentative/logis, konstruktif dan jelas. Isi pendapat yang menghasut/destruktif, bohong(hoaks), memfitnah, tidak jelas harus dihindari atau tidak diungkapkan. Perbedaan pendapat tidak dapat dihindari dalam kehidupan demokrasi, karena setiap orang diberi kebebasan / hak berpendapat oleh Negara(system demokrasi).

Perbedaan pendapat dalam politik pun sesuatu lazim, misalnya pemilihan Presiden, Gubenur, Bupati, dan lain lain; apabila suara terbanyak memilih-misalnya A atau B dan ternyata A bukan pemimpin pilihan kita, maka semua harus menerima A jadi pemimpin sampai masa periodenya selesai. Oleh karena itu aspirasi politik dalam demokrasi diberikan dalam partisipasi setiap individu yang dewasa atau menurut hokum dapat dan harus memberi suaranya dalam suatu pesta demokrasi yaitu dalam pemilihan pimimpin rakyat atau wakil rakyat dalam wadah politik negara

Kebebasan berpendapat didalam “media social(medsos)” elektronik – seperti via smart phone atau aplikasi medsos, seperti facebook, youtube, whatsapp, telegram, Instagram,dll., harus sesuai dengan ketentuan etika, norma, hokum yang berlaku; sikap hati hati/ sikap bijaksana dalam menyampaikan pesan atau pendapatnya, baik dalam chat/tulisan, gambar(seperti foto, meme, karikatur, dll), bahkan video.


                        

Penyampaian yang salah atau kurang tepat dapat menimbulkan interpretasi atau makna konotasi yang berbeda dari apa yang dimaksud sebenarnya dan dapat menimbulkan “kegaduhan, salah paham, dll”. Etika dan norma dalam demokrasi –memberi ruang hak pribadi dan juga kewajiban pribadi terhadap masyarakat atau golongan atau bangsa dan negaranya; begitu juga antar masyarakat, antar golongan dan antar bangsa-negara. Orang atau masyarakat atau golongan atau bangsa-negara memperkusi atau memusuhi atau menyerang pihak lain yang berbeda pandangan, bahkan ideology, agama. Iklim demokrasi menciptakan masyarakat yang majemuk/pluralistic/beragam dengan segala kekhasannya dan saling terbuka – saling menghormati, saling toleran, saling bergotong –royong dan memegang komitmen , menjaga kerukunan social atau kepentingan bersama.

Oleh karena itulah dalam atmosfir demokrasi di era milinial, era tehnologi informasi 4.0/5.0, proses komunikasi-infomasi setiap orang, masyarakat sangat terbuka dan prosesnya cepat sekali, dan berpengaruh besar dalam bidang social, ekonomi, politik, keamanan, hokum, seni-budaya, kesehatan, pendidikan; bahkan meng-globalisasi atau internasionalisasi. Orang atau masyarakat atau negara tidak bisa hidup sendiri atau tertutup, tetapi sebaliknya harus terbuka dan selalu siap menerima atau menolak nilai nilai baru atau asing , mengolah perbedaan baru menjadi kekuatan atau nilai yang positif atau mencerahkan, bukan sebalikmya – menjadi kehancuran atau chaos atau nilat negative.

Dampak “kebebasan berpendapat –yang ke-blablasan/ kelewatan/ atau melanggar nilai nilai yang disepakati, akan berdampak negative dan destruktif. Cara komunikasi dan menyebar informasi yang buruk dapat menhancurkan iklim demokrasi yang damai; bahkan berlawanan dengan hakekat demokrasi itu sendiri. Untuk itulah perlu adanya “rambu rambu atau nilai-nilai dalam berkomunikasi dan menyebarkan informasi “, baik dalam media formal atau informal, media elektronik atau non elektronik, media digital atau non digital; dalam masyarakat sipil dan non sipil. Orang tidak boleh asal berpendapat atau berbicara atau menulis atau memvideokan sesuatu.

Perlu pemahaman undang undang dan peraturan-peraturannya tentang media komunikasi-informasi, berita online –offline, perangkat media-navigasi elektronik-non elektronik, dll.


               

Akhirnya,  makna demokrasi itu sendiri haruslah menjadi system berbangsa –negara yang majemuk dan memberi manfaat dari kekuatan rakyat –masyarakat banyak -yaitu terpenuhinya kepentingannya mencapai kesejahteraan dan kedamaian atau keamanan dan kesentosaan -yang adil dan makmur –untuk seluruh rakyat.

Tidak ada komentar: