Di
dalam upaya menemukan sistematika Al-Qur’an, data dan informasi yang dibahas
dalam tulisan ini adalah hal-hal yang tercantum/terkandung di dalam Al-Qur’an,
dan pembahasannya pun berdasarkan/digali dari apa yang tercantum di dalam
Al-Qur’an, dan perubahan tata tertib dari nuzulnya.
a. Tujuan,
sasaran dan alasan Al-Qur’an diturunkan
b. Pernyataan
pernyataan Al-Qur’an tentang dirinya dan sifat-sifatnya
c. Nama
yang dipilih untuk judul-judul surah
d. Persamaan
dan perbedaan kandungan antar surah
e. Bahasa
yang digunakan Al-Qur’an
Fakta eksternal yang membantu dalam menemukan sistematika
Al-Qur’an merupakan hal-hal yang tidak dikatakan dalam nash-nashnya, tetapi ada
di dalam sejarah diturun-kannya Al-Qur’an. Fakta-fakta yang dimaksud termasuk perubahan
tertib susunan ayat-ayat dan surah-surah Al-Qur’an dari tertib susunan
nuzulnya.
A. Fakta
Internal
a. Tujuan, sasaran dan alasan Al-Qur’an diturunkan
Maksud dan tujuan serta kepada siapa Al-Qur’an diturunkan
merupakan landasan utama untuk memahami wahyu. Dalam QS.2:30–39 dinyatakan
tentang kehendak Tuhan untuk memilih Adam sebagai khalifah-Nya di bumi. Allah
kemudian menguji Adam yang telah dianugerahi akal-budi dan iradat/kehendak
bebas. Ternyata Adam gagal dalam
ujiannya (ayat 38). Fakta inilah yang menjadi penyebab pertama, mengapa
diturunkan wahyu.
Wahyu diturunkan setelah Adam diturunkan di bumi. Secara
implisit ini menggambarkan bahwa wahyu
diturunkan untuk membimbing manusia dalam merekayasa kehidupan nya di bumi.
Inilah alasan kedua kenapa wahyu diturunkan.
Pada QS.90:10 dan 91:8 dinyatakan
bahwa Tuhan memberikan dua jalan dalam mengelola kehidupan:
·
Mengikuti
kehendak Tuhan yang merupakan jalan yang benar, atau,
·
Mengikuti
kehendak manusia yang merupakan jalan yang
buruk.
Pernyataan Tuhan ini merupakan alasan ketiga diturunkan
wahyu.
Mengapa wahyu diperuntukkan hanya pada manusia ?
1. Di
dalam Al-Qur’an QS.39:9, dinyatakan bahwa ruh
hanya ditiupkan pada manusia. Di dalam ruh inilah terkandung free-will sehingga hanya manusialah yang
memiliki kemampuan untuk menyatakan “ya” atau “tidak” kepada Tuhan nya.
2. QS.33:72
menyatakan “hanya manusialah yang mau
menerima amanah yang ditolak oleh langit, gunung dan bumi”. Ini
merupakan sumpah manusia kepada Tuhan-nya pada saat masih di alam ruh. Dengan
demikian, manusia memikul tanggung jawab atas apa yang telah disumpahkan.
b. Pernyataan pernyataan Al-Qur’an tentang
dirinya serta sifat sifat kandungannya
Bahasan
tentang Al-Qur’an dan sifat sifatnya, dimulai dengan suatu fakta bahwa siapapun
yang membaca Al-Qur’an selalu mendapat kesan bahwa cara Al-Qur’an memberi
petunjuk atau peringatan tidak sistematis, meloncat-loncat dan berulang-ulang.
Walaupun bahasa yang digunakan mungkin
termasuk mudah dimengerti ayat per ayat, namun untuk menangkap pesan yang
terkandung didalamnya terasa sulit.
Kesulitan
memahami Al-Qur’an bertambah karena kandungan tiap tiap surahnya terasa sama,
selalu mengandung anjuran, perintah, larangan dan cerita-cerita zaman dulu.
Walaupun demikian, Al-Qur’an menyatakan dirinya adalah Al-Kitab (QS 15:1; 2:2
dan 6:116), yang berperan sebagai:
·
Pengingat/Adz
Zikir, (QS 15:9 dan 16:44),
·
Kriteria/Al
Furqon untuk membedakan antara benar dan salah (25:1),
·
Hukum
Tuhan yang mengatur kehidupan (10:37; 12:111 didukung 7:145; 16:44’89),
·
Penyampai
kabar gembira sekaligus peringatan
(19:97) didukung oleh 20:3; 21:24; 68:52),
·
Pedoman
manusia (65:11),
·
Penyembuh dan petunjuk
segala permasalahan (10:57; 17:2),
·
Peraturan
yang tanpa pertentangan (13:37 diperkuat oleh 4:82).
Dari
pernyataan ini, agaknya sulit diterima kalau susunan Al-Qur’an itu acak, karena
maksud dan tujuam diturunkan jelas. Kesan acak ini lahir karena kita tidak
kenal format/ plotting susunannya. Al-Qur’an,
yang juga tentunya tidak pernah out of date atau being impractical.
Bagaimana cara membuktikannya ?. Inilah yang dikatakan di dalam Al-Qur’an:
Dialah sang penentu (QS 75:16-20),
kemurniannya dijaga oleh Tuhan (QS
Berdasarkan pernyataan pernyataan di atas yang
pengertiannya tampak sangat jelas, maka kesan susunan Al-Qur’an yang acak tentu
disebabkan oleh ketidak fahaman kita tentang struktur naskah atau sistematika
Al-Qur’an. Suatu tulisan atau teks, atau bahkan suatu ungkapan yang dikemukakan, lahir dari suatu hidden assumption
sebagai aspek sentral dari weltanschauung si penulis, yang hampir tidak pernah
dikemukakan. Demikian pula Al-Qur’an. Namun Al-Qur’an dengan jelas dan berulang
kali menyatakan bahwa:
§ Pertama,
semua yang ada di alam semesta ini diciptakan dengan suatu tujuan yang jelas,
bukan terjadi secara kebetulan. Mau tidak mau, semua makhluk tunduk pada ‘Amr
Tuhan yang dilaksanakan melalui fitrah dan takdir serta sunnah-Nya.
§
Kedua,
hanya makhluk manusia yang di anugrahi free will, yaitu suatu kemampuan untuk
mengadakan intervensi terhadap ‘Amr Tuhan. Hal ini merupakan landasan
kandungan Al-Qur’an. Bagi manusia yang merupakan aktor intelektualis fenomena
kehidupan ini, hidden assumption
kedua ini harus merupakan kesadaran sentralnya yang wajib dijadikan
landasan dari segala aktivitas/amalannya. Kesadaran ini merupakan ‘kesadaran
kemakhlukan’ yang harus menggantikan kesadaran existensial yang lahir
dari falsafah materialisme-liberalisme Barat.
Tuhan
menggambarkan fungsi Al-Qur’an identik
dengan fungsi cahaya. Banyak sekali ayat yang menyatakan bahwa wahyu
diturunkan untuk menerangi perjalanan manusia. Cahaya juga menjadi salah satu
judul surah (An Nur). Apakah ini suatu tanda dari Sang Pencipta, bahwa struktur
surah-surah dalam Al-Qur’an identik dengan struktur pola spektrum cahaya,
sehingga kedudukan surah dalam Al-Qur’an identik dengan kedudukan gugus warna
dalam spektrum cahaya ? Jika ini benar, berarti setiap surah tidak bisa dilepaskan
dari Al-Qur’an, karena jika ini dilakukan, akan menjadikan penurunan Wahyu
tidak akan mencapai tujuan.(bersambung..)
Referensi: Bahar,Baghowi A, Struktur Wahyu dalam Al Quran, dalam Seri Al Qur'anologi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar