PENDAHULUAN
1. Rasional
Sejak tahun 1982, pendidikan dokter di
Indonesia mengacu pada 'Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Indonesia' atau KIPDI I yang menitikberatkan
pada penguasaan disiplin ilmu. Sesuai dengan percepatan perkembangan ilmu
kedokteran dan kesehatan, telah disepakai bahwa KIPDI akan diperbarui setiap 10
tahun. Pada tahun 1994, KIPDI II diterbitkan dan masih
menitikberatkan pada penguasaan disiplin ilmu sehingga gambaran dokter yang akan
dihasilkan belum terinci secara eksplisit.
Standar Kompetesensi Dokter disusun untuk
memperbarui KIPDI II tahun 1994 yang
sudah saatnya diganti. Format Standar Kompetensi Dokter berbeda dengan KIPDI sebelumnya, karena menyesuaikan dengan
perkembangan peraturan terkini yang tercantum pada SK Mendiknas No.045/U/2002, Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003
tentang Sisdiknas, Undang-Undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran, dan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
2. Landasan Hukum
Standar Kompetensi Dokter ini disusun dalam
rangka memenuhi amanah Undang-Undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran
pasal 8 yang mengatakan bahwa
Konsil Kedokteran Indonesia memiliki wewenang untuk mengesahkan standar
kompetensi dokter dan dokter gigi.
Pasal 26 undang-undang tersebut menyatakan lebih lanjut bahwa Standar Pendidikan Profesi Kedokteran
disusun oleh Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia dan
berkoordinasi dengan organisasi profesi, kolegium, ikatan rumah sakit
pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Kesehatan.
Oleh karena itu proses penyusunan Standar
Kompetensi Dokter ini melibatkan berbagai pihak pengandil secara intensif
melalui serangkaian pertemuan yang difasilitasi oleh Divisi Standar Pendidikan Profesi, Konsil
Kedokteran Indonesia.
Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas
pasal 35 tentang Standar Nasional
Pendidikan mengatakan bahwa standar pendidikan nasional digunakan acuan dalam
mengembangkan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, dan pembiayaan. Standar
nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan,
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan
penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
Pasal 38 ayat (3) mengatakan bahwa Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh
perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan untuk setiap program studi.
Standar Kompetensi Dokter ini merupakan standar nasional
keluaran program studi dokter dan telah divalidasi oleh Perkumpulan Dokter Keluarga Indonesia, Kolegium
Dokter Indonesia, Kolegium-Kolegium Spesialis terkait serta seluruh Bagian atau
Departemen terkait dari seluruh institusi pendidikan kedokteran di Indonesia
yang berjumlah 52 (lima puluh dua). Draft standar kompetensi telah
didistribusikan ke seribu alamat di seluruh Indonesia untuk mendapat masukan.
SubPokja Pendidikan Dokter yang dibentuk oleh Konsil Kedokteran Indonesia
dengan SK Nomor 09/KKI/III/2006, mengkompilasi seluruh masukan,
melakukan 'judgement', dan memperbaiki draft. Draft terakhir dirapatkan secara
pleno oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
Standar Kompetensi Dokter ini merupakan
satu kesatuan dengan Standar Pendidikan Profesi Dokter. Standar Kompetensi Dokter adalah standar output atau keluaran dari program studi dokter.
3. Pengertian Standar
Kompetensi Dokter
Menurut SK Mendiknas No. 045/U/2002
kompetensi adalah 'seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang
sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan
tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu'.
Elemen-elemen kompetensi terdiri dari :
a. Landasan kepribadian
b. Penguasaan ilmu dan
keterampilan
c. Kemampuan berkarya
d.
Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian
e. berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai
f.
Pemahaman kaidah berkehidupan masyarakat sesuai dengan keahlian
dalam berkarya.
Epstein and Hundert (2002) memberikan definisi
sebagai berikut :
“Professional competence is the habitual and judicious use of
communication, knowledge, technical skills, clinical reasoning, emotions,
values, and reflection in daily practice to improve the health of the
individual patient and community”.
Carraccio, et.al. (2002) menyimpulkan bahwa :
“Competency is a complex set of behaviorsbehaviours built on the
components of knowledge, skills, attitude and competence as personal ability”.
Dari beberapa pengertian di atas, tampak
bahwa pengertian
kompetensi dokter lebih luas dari tujuan instruksional yang dibagi menjadi tiga ranah pendidikan, yaitu pengetahuan, psikomotor dan afektif.
Tabel 1 memperlihatkan beda pokok antara tujuan
instruksional dengan pernyataan
kompetensi.
Table 1. Differences between instructional objectives and Competency Statement (Wilkerson, 2002)
Instructional
Objectives
|
Competencies
|
States an aspect of knowledge,
skill
or attitude to be
acquired
Generally discipline
specific
Context-free
Professional values
unaddressed
Defines
knowledge, skill or attitude separately
|
Integrates related
knowledge, skill and attitude objectives
Draws from multiple disciplines
relevant to practice
Related to an actual
task in the fieldcontextualised
Driven by professional
practices and values
Defines a
level of ability for an observable outcome
|
Dengan dikuasainya standar kompetensi oleh seorang profesi dokter, maka yang bersangkutan
akan mampu :
o
mengerjakan tugas atau pekerjaan profesinya
o
mengorganisasikan tugasnya agar pekerjaan tersebut dapat
dilaksanakan
o
Segera tanggap dan tahu apa yang harus dilakukan bilamana
terjadi sesuatu yang berbeda dengan rencana semula
o
Menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah di
bidang profesinya
o
Melaksanakan tugas dengan kondisi berbeda
Dengan telah ditetapkannya keluaran dari
program dokter di Indonesia berupa standar kompetensi, maka kurikulum program studi pendidikan dokter perlu disesuaikan. Model kurikulum yang
sesuai adalah kurikulum berbasis kompetensi. Artinya, pengembangan
kurikulum berangkat dari kompetensi yang harus
dicapai mahasiswa.
4. Manfaat Standar Kompetensi Dokter
Adanya Standar Kompetensi Dokter merupakan
tonggak yang bersejarah bagi perkembangan pendidikan dokter di Indonesia. Berikut ini beberapa manfaat dari Standar
Kompetensi Dokter bagi pihak pengandil terkait.
a. Bagi institusi pendidikan kedokteran
Sesuai dengan Undang-Undang RI
No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dan Peraturan Pemerintah No. 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang mengatakan bahwa kurikulum program
studi menjadi wewenang institusi pendidikan kedokteran, maka Standar
Kompetensi Dokter merupakan kerangka acuan utama bagi institusi pendidikan
kedokteran dalam mengembangkan kurikulumnya masing-masing. Sehingga, walaupun
kurikulum berbeda, tetapi dokter yang dihasilkan dari berbagai institusi
diharapkan memiliki kesetaraan dalam hal penguasaan kompetensi.
b. Bagi Pengguna
Standar Kompetensi Dokter dapat dijadikan kerangka acuan utama bagi
Departemen Kesehatan maupun Dinas Kesehatan Propinsi ataupun Kabupaten dalam
pengembangan sumber daya manusia kesehatan, dalam hal ini dokter, agar dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang baik.
Dengan Standar Kompetensi, Depkes dan Dinas Kesehatan sebagai
pihak yang akan memberikan lisensi dapat mengetahui kompetensi apa yang telah dikuasai oleh dokter
dan kompetensi
apa yang perlu ditambah, sesuai dengan kebutuhan spesifik di tempat kerja. Dengan demikian pihak
Depkes dan Dinas Kesehatan dapat
menyelenggarakan pembekalan atau pelatihan jangka pendek sebelum memberikan
ijin Praktik.
c. Bagi orang tua murid dan penyandang dana
Dengan standar kompetensi dokter, orang tua murid dan penyandang
dana dapat mengetahui secara jelas
kompetensi yang akan dikuasai oleh mahasiswa. Hal ini sebagai bentuk akuntabilitas
publik
d. Bagi mahasiswa
Standar Kompetensi Dokter dapat digunakan oleh mahasiswa untuk
mengarahkan proses belajarnya, karena mahasiswa mengetahui sejak awal kompetensi yang
harus dikuasai di akhir pendidikan. Dengan demikian proses
pendidikan diharapkan dapat berjalan lebih efektif dan efisien.
e. Bagi Departemen Pendidikan Nasional dan
Badan Akreditasi Nasional
Standar Kompetensi Dokter dapat
dikembangkan lebih lanjut menjadi kriteria pada akreditasi program studi pendidikan dokter.
f. Bagi Kolegium Dokter Indonesia
Standar Kompetensi Dokter dapat dijadikan acuan dalam
menyelenggarakan program pengembangan profesi secara berkelanjutan.
g. Bagi Kolegium-Kolegium Spesialis
Standar Kompetensi Dokter dapat dijadikan acuan dalam merumuskan kompetensi
dokter spesialis yang merupakan kelanjutan dari pendidikan dokter.
h. Program Adaptasi bagi Lulusan Luar Negeri
Standar Kompetensi Dokter
dapat digunakan sebagai acuan untuk menilai kompetensi
dokter lulusan luar negeri.