Kemerdekaan arti bahasa “ Kebebasan” .
Kemerdekaan bangsa atau
Negara artinya bebas dari penjajahan bangsa
lain. Tetapi “pengertian
kemerdekaan” saat ini telah menjadi absurd/bias. Penjajahan
tidak berarti lagi secara fisik-
tanah air di duduki dan diperintah bangsa lain, tetapi menjadi “ujud siluman” , penguasaan/hegemoni
politik, ekonomi, keamanan, social-budaya
oleh bangsa lain terhadap “pemimpin
atau rezim pemerintah” atau rakyat
suatu bangsa oleh bangsa lain. Hilang jati diri
dan kemandirian suatu bangsa dan
tergantung dengan Negara lain
adalah bentuk Penjajahan “gaya baru”
atau Ambisi tatanan dunia baru yang dipaksakan oleh
bangsa yang kuat secara Militer, Politik,Ekonomi, Sosial Budaya
terhadap bangsa lain yang
lemah adalah bentuk Hegemoni yang
menghancurkan dan menjajah bangsa-bangsa
tidak mau bekerja sama . Apakah Kemerdekaan
Indonesia telah menjadi “wujud”
seperti yang dicita-citakan saat
lahirnya Negara Republik Indonesia, menciptakan Bangsa
yang makmur dan sejahtera
berdasarkan Pancasila yang
menjadi landasan Berbangsa dan Negara
bagi rakyat dan pemimpin rakyat Indonesia?.
Sepertinya belum “wujud”, karena persoalan jatidiri
“bangsa” seperti “bias”,
seperti kehilangan jatidiri
sebagai bangsa yang
agamis; Negara seperti menganut “paham sekuler” …. Menjadikan Ruh
agama jauh dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemimpin seolah
-olah mengolah Negara dan
menjalankan pemerintahan
mengikuti “ grand-design” Kapitalis
untuk membangun kesejahteraan dan kemakmuran rakyat; mengikuti
agenda-agenda Negara-negara kapitalis
dengan menjadikan kekayaan alam-darat –laut di “kuras”
keluar melalui investasi
asing yang -bukan
untuk mensejaterahkan rakyat seperti
di amanatkan UUD 1945. Akibatnya
Bangsa ini hanya menonton dan
tergantung dengan belas kasih . kelimpahan sumber alam –tambang, minyak, pertanian
bukan di kuasai pemerintah atau rakyat tetapi kekuatan
ekonomi asing – yang menjalankan
ekonomi pasar-Kapitalis. Jauh dari
harapan , pemimpin menjadi lupa
dengan budaya yang subur akibat
system ekonomi kapitalis
yaitu Korupsi, Kolusi. Ajaran agama
dianggap tidak terkait dengan
system pemerintahan dalam
masalah ekonomi, politik, keamanan,
social budaya yang terjadi dalam proses pembangunan. Justru gesekan
antara ajaran agama dengan
kehidupan berbangsa yang berorientasi
dengan system kapitalis seperti gesekan
antara “Kemandekan” dan “kemajuan”. Agama
dianggap menghambat kemajuan -
antidemokrasi atau bukan system yang dapat
membangun Negara-bangsa yang modern. Tetapi ketika
perilaku –perilaku Pemimpin, pejabat pejabat yang menjadi koruptor, maka di kaitkan dia dengan
latarbelakang agamanya- seolah
–agamanya ikut bersalah-menjadikan dia
menjadi koruptor atau penjahat. Agama
dibutuhkan ketika masuk penjara, ketika sakit atau kematian; “ agama menjadi kambing hitam”. Realitasnya - Agama dipinggirkan (marginal) menjadi urusan pribadi, ritual, seremonial,
terlokalisir pada ruang sempit.
Selalu
saja diperdebatkan, tanpa
mau menyadari dari kesalahan yang berulang bahwa landasan
budaya bangsa ini adalah agama
rakyat –tradisi yang
dibangun dengan kreativitas
masyarakat dengan tuhan
penguasa alam- langit dan bumi.
Ruh budaya bangsa sejak
nenek moyang selalu terkait dengan
kepercayaan kepada Tuhan, sampai jaman
kemerdekaan tercetus. Semangat hidup dan membangun melawan penjajah berdasarkan
Ruh agama yang di gelorahkan para pemimpin
, ulama. Lahirnya Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah
perjalanan panjang dari para pejuang
mulai pangeran Diponogoro, imam
Bonjol, Antasari, Hasannudin, …sampai Wahidin Sudiro Husodo, Cokro Aminoto, KH
Ahmad Dahlan, KH Hashim Asy’ari, KH. Agus
salim, KH Hajar Dewantara sampai Bung Tomo, Jenderal Sudirman, dll. dalam mempertahankan kemerdekaan. Pembukaan
UUD 1945 menjadi saksi , adanya
pengakuan para pemimpin berdiri Negara Republik Indonesia adalah
Berkat Rahmat Allah SWT. Pengakuan
“dari keberadaan yang
lemah menjadi kuat dan ada “ oleh karena
semangat dan doa serta perjuangan
yang dilandasi “ruh
agama”, Keyakinan /Kepercayaan yang kuat kepada Allah. Bukan karena
pandangan, sikap dan perilaku
sekuler pemimpin atau rakyat
Indonesia.
Momentum
sejarah yang berulang, dapat
menjadi titik kebangkitan “kemerdekaan”
bangsa Indonesia yang
sejatinya mulai saat ini-
seperti cita-cita Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945. Semangat
Ramadhan 1432 Hijriah yang bersamaan
dengan 17 Ramadhan dengan hari
kemerdekaan RI ke 66 tahun, dapat
menjadi semangat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kembali ke Fitrahnya
sebagai bangsa yang melaksanakan ajaran
agama kedalam seluruh aspeks kehidupan
berbangsa dan bernegara; Bangsa yang
melaksanakan cita-cita kemakmuran dan kesejahteraan sesuai tujuan
ajaran agamanya – mencapai kebahagian di Dunia dan Akhirat, bukan atas kehendak
ideologi paham manusia atau
ajaran sekulerisme yang menjadikan manusia “bersikap dan perilaku mendua” – Hipokrit dan berkepribadian Ganda
(Schizophrenia).
Bulan Ramadhan , Bulan Ibadah Puasa umat Islam, bulan rekontruksi, reparasi, promosi, prestasi seorang menjadi muslim yang bertaqwa; bulan kepatuhan makhluk kepada Penciptanya, bulan kembali pada ekstensi fitrah manusia sebagai
makhluk Allah. Sebulan penuh arena
pergulatan fisik-jiwa-spiritual
menjadikan “Ruh manusia” kepada kejadian asalnya, sebagai “Hamba Allah” yang hanya patuh dan
tunduk serta mengabdi kepada Allah –yang
Maha Pencipta, yang Maha Tinggi. Kembali
ke Fitrah manusia berarti kembali pada kehidupan yang menuruti printah agama atau Syareat Allah yang dibawah
Para-nabi dan Rasulullah. Segala
sikap-perilaku hidup hanya berlandaskan Syareat agama. Inilah momen kembali ke fitrah manusia sejati,
fitrah bangsa Indonesia sejati.
Momen kembali pada Jati diri yang
kuat,teguh. Momen kembali kepada “Kemerdekaan yang sesungguhnya” dari Bangsa dan Negara Republik Indonesia
sebagai bangsa yang berlandaskan Ketuhanan yang Maha Esa, dalam hal ini umat
islam dapat mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan melaksanakan Syareat Islam
secara kaffah. Kemerdekaan
melaksanakan ajaran agama
sesungguhnya adalah
kemerdekaan Bangsa dan Negara Indonesia
yaitu diimplentasikan ajaran agama
oleh Pemerintah dan Negara secara
konsisten dan menyeluruh dalam aspek kehidupan yang ditetapkan melalui peraturan, undang-undang dalam pelaksanaannya secara teknis.
Bangsa
yang kuat, maju,
makmur-sejahtera adalah bangsa yang
tidak sakit atau memiliki ketangguhan,
kepercayaan, kecerdasan dan
cita-cita yang didasarkan semangat
ibadah yang tinggi kepada Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar