Translate

Telusuri via Blog Ini

Sabtu, 27 Agustus 2011

HARI KEMERDEKAAN, PUASA RAMADHAN, IDUL FITRI


Kemerdekaan   arti bahasa “ Kebebasan”  .  Kemerdekaan  bangsa atau Negara  artinya   bebas dari penjajahan  bangsa  lain.  Tetapi  “pengertian  kemerdekaan”   saat ini  telah menjadi absurd/bias.  Penjajahan  tidak berarti  lagi secara fisik- tanah air di duduki  dan diperintah  bangsa lain, tetapi  menjadi “ujud siluman” , penguasaan/hegemoni politik, ekonomi, keamanan, social-budaya    oleh bangsa lain terhadap  “pemimpin atau rezim  pemerintah” atau  rakyat  suatu bangsa  oleh  bangsa lain. Hilang  jati diri  dan kemandirian suatu bangsa  dan tergantung  dengan  Negara lain  adalah  bentuk Penjajahan  “gaya baru”   atau Ambisi  tatanan  dunia baru yang dipaksakan  oleh  bangsa yang  kuat secara  Militer, Politik,Ekonomi, Sosial Budaya terhadap  bangsa lain  yang  lemah adalah bentuk  Hegemoni  yang  menghancurkan dan  menjajah  bangsa-bangsa  tidak  mau bekerja  sama . Apakah   Kemerdekaan  Indonesia   telah menjadi  “wujud”  seperti   yang dicita-citakan  saat  lahirnya Negara  Republik  Indonesia, menciptakan  Bangsa  yang makmur dan sejahtera   berdasarkan  Pancasila yang menjadi landasan  Berbangsa dan Negara bagi  rakyat dan pemimpin rakyat  Indonesia?.   Sepertinya   belum   “wujud”, karena persoalan  jatidiri  “bangsa”   seperti  “bias”,  seperti kehilangan  jatidiri sebagai  bangsa  yang  agamis; Negara   seperti  menganut “paham sekuler” …. Menjadikan  Ruh  agama    jauh dari kehidupan   berbangsa dan bernegara. Pemimpin  seolah  -olah  mengolah  Negara dan  menjalankan pemerintahan   mengikuti  “ grand-design”  Kapitalis  untuk   membangun   kesejahteraan   dan kemakmuran rakyat;  mengikuti  agenda-agenda   Negara-negara  kapitalis   dengan  menjadikan   kekayaan alam-darat –laut  di “kuras”  keluar  melalui   investasi  asing  yang  -bukan  untuk mensejaterahkan rakyat seperti  di amanatkan UUD 1945. Akibatnya   Bangsa  ini   hanya menonton  dan  tergantung dengan  belas kasih . kelimpahan  sumber alam –tambang, minyak,  pertanian  bukan di kuasai  pemerintah  atau rakyat tetapi  kekuatan  ekonomi asing – yang menjalankan  ekonomi  pasar-Kapitalis.  Jauh dari   harapan , pemimpin  menjadi  lupa  dengan  budaya yang subur  akibat  system  ekonomi kapitalis yaitu  Korupsi, Kolusi. Ajaran   agama  dianggap tidak terkait dengan  system  pemerintahan dalam masalah  ekonomi, politik, keamanan, social budaya  yang terjadi  dalam proses pembangunan. Justru   gesekan  antara  ajaran agama dengan kehidupan  berbangsa yang  berorientasi  dengan system kapitalis   seperti  gesekan   antara  “Kemandekan”  dan “kemajuan”.  Agama   dianggap menghambat  kemajuan - antidemokrasi atau bukan  system  yang dapat  membangun Negara-bangsa yang modern. Tetapi  ketika   perilaku –perilaku Pemimpin, pejabat pejabat yang menjadi  koruptor, maka   di kaitkan dia  dengan  latarbelakang  agamanya- seolah –agamanya  ikut bersalah-menjadikan  dia  menjadi koruptor atau penjahat. Agama  dibutuhkan   ketika  masuk penjara, ketika sakit  atau kematian; “ agama menjadi  kambing hitam”. Realitasnya - Agama   dipinggirkan (marginal) menjadi  urusan pribadi, ritual, seremonial, terlokalisir pada  ruang  sempit.    
*      Selalu  saja   diperdebatkan, tanpa mau  menyadari  dari kesalahan yang  berulang bahwa  landasan    budaya  bangsa ini adalah  agama  rakyat –tradisi  yang dibangun   dengan  kreativitas  masyarakat   dengan  tuhan  penguasa  alam- langit dan bumi. Ruh budaya    bangsa   sejak  nenek moyang  selalu terkait dengan kepercayaan  kepada Tuhan, sampai  jaman  kemerdekaan  tercetus. Semangat  hidup dan membangun  melawan penjajah  berdasarkan  Ruh  agama yang di gelorahkan  para pemimpin  , ulama.  Lahirnya Negara Kesatuan Republik  Indonesia   adalah  perjalanan panjang  dari  para pejuang  mulai  pangeran Diponogoro, imam Bonjol, Antasari, Hasannudin,     …sampai  Wahidin Sudiro Husodo, Cokro Aminoto, KH Ahmad Dahlan, KH  Hashim Asy’ari, KH. Agus salim, KH  Hajar Dewantara sampai  Bung Tomo, Jenderal Sudirman, dll.   dalam mempertahankan  kemerdekaan.  Pembukaan  UUD 1945  menjadi saksi , adanya pengakuan  para  pemimpin berdiri  Negara Republik Indonesia  adalah  Berkat  Rahmat Allah SWT.  Pengakuan  “dari  keberadaan   yang  lemah  menjadi kuat dan ada  “ oleh karena  semangat dan doa serta perjuangan  yang  dilandasi  “ruh  agama”, Keyakinan  /Kepercayaan  yang kuat kepada Allah. Bukan  karena  pandangan, sikap dan perilaku   sekuler  pemimpin atau rakyat Indonesia.
*    Momentum  sejarah  yang berulang, dapat menjadi titik kebangkitan “kemerdekaan”  bangsa  Indonesia yang sejatinya  mulai  saat ini-  seperti cita-cita Proklamasi Kemerdekaan  17 Agustus 1945. Semangat  Ramadhan 1432 Hijriah  yang  bersamaan  dengan 17 Ramadhan  dengan hari kemerdekaan RI ke  66 tahun, dapat menjadi semangat  bangsa Indonesia  menjadi bangsa yang kembali ke Fitrahnya sebagai bangsa yang melaksanakan  ajaran agama  kedalam seluruh aspeks kehidupan berbangsa dan bernegara; Bangsa  yang melaksanakan  cita-cita  kemakmuran dan kesejahteraan sesuai tujuan ajaran agamanya – mencapai kebahagian di Dunia dan Akhirat, bukan  atas kehendak  ideologi paham  manusia atau ajaran sekulerisme yang menjadikan manusia “bersikap dan perilaku  mendua” – Hipokrit dan berkepribadian Ganda (Schizophrenia).
*    Bulan Ramadhan , Bulan Ibadah Puasa   umat Islam, bulan  rekontruksi, reparasi, promosi, prestasi  seorang menjadi  muslim yang bertaqwa; bulan kepatuhan  makhluk kepada Penciptanya, bulan  kembali pada ekstensi fitrah manusia sebagai makhluk Allah. Sebulan penuh arena  pergulatan  fisik-jiwa-spiritual menjadikan “Ruh manusia” kepada kejadian asalnya, sebagai  “Hamba Allah” yang hanya patuh dan tunduk  serta mengabdi kepada Allah –yang Maha Pencipta, yang Maha  Tinggi. Kembali ke Fitrah manusia berarti kembali pada kehidupan yang menuruti  printah agama atau Syareat Allah yang dibawah Para-nabi dan Rasulullah. Segala  sikap-perilaku hidup hanya berlandaskan Syareat agama. Inilah  momen kembali ke fitrah manusia sejati, fitrah  bangsa Indonesia sejati. Momen  kembali pada Jati diri yang kuat,teguh. Momen  kembali kepada “Kemerdekaan   yang sesungguhnya”  dari Bangsa dan Negara Republik Indonesia sebagai bangsa yang berlandaskan Ketuhanan yang Maha Esa, dalam hal ini umat islam dapat mewarnai  kehidupan  berbangsa dan bernegara  dengan melaksanakan  Syareat Islam  secara kaffah. Kemerdekaan  melaksanakan   ajaran  agama   sesungguhnya  adalah kemerdekaan  Bangsa dan Negara  Indonesia  yaitu  diimplentasikan  ajaran agama  oleh Pemerintah dan Negara  secara konsisten dan menyeluruh dalam aspek kehidupan yang ditetapkan  melalui peraturan, undang-undang  dalam pelaksanaannya secara teknis.
*   Bangsa  yang kuat,  maju, makmur-sejahtera  adalah bangsa yang tidak sakit atau  memiliki ketangguhan, kepercayaan, kecerdasan  dan cita-cita  yang didasarkan semangat ibadah yang tinggi kepada Allah SWT.

Tidak ada komentar: